![]() |
Caption ; Kepala desa Bukit batu kabupaten OKI,Rumaidah saat rapat di kantor desa. |
OKI, transkapuas.com – Putusan pengadilan telah final, pelaku korupsi telah divonis, dan dana desa kini dikelola secara transparan. Namun, ketenangan warga Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan ( Sum Sel),kembali terusik oleh isu sengketa lama dan dugaan provokasi dari pihak luar.
“Sebenarnya warga kami tenang, tidak ada yang ribut. Tapi ada pihak-pihak dari luar yang sepertinya sengaja memancing emosi warga, menyebar isu, padahal semuanya sudah jelas di mata hukum,” ujar Kepala Desa Bukit Batu, Rumidah, Senin (7/7/2025).
Konflik yang dimaksud adalah klaim kepemilikan atas lahan plasma seluas 84 hektare oleh keluarga almarhum Trilogi, kepala desa perintis Bukit Batu. Gugatan yang diajukan Zaleha alias Openg, anak perempuan Trilogi, ditolak pada semua tingkat peradilan.
Pengadilan Negeri Kayuagung melalui putusan nomor 11/Pdt.G/2023/PN Kag menyatakan gugatan tidak berdasar dan menghukum penggugat membayar biaya perkara Rp20,78 juta. Upaya kasasi ke Mahkamah Agung juga kandas, sebagaimana termuat dalam putusan MA nomor 3018 K/Pdt/2024.
“Secara hukum, sengketa tersebut telah selesai. Namun di tengah masyarakat, narasi yang berkembang justru makin melebar, terutama setelah nama Asmadi, mantan kepala desa dan anak almarhum Trilogi, ikut terseret dalam perkara lain,” kata Rumidah.
Pada akhir 2023, Kejari OKI menetapkan Asmadi sebagai tersangka korupsi dana plasma desa. Ia diduga menyalahgunakan hasil kerja sama pengelolaan lahan plasma seluas 205 hektare antara koperasi desa dan PT Selatan Agro Makmur Lestari. Total kerugian negara ditaksir mencapai Rp9,6 miliar.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Asmadi divonis tujuh tahun penjara, denda Rp300 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp7,6 miliar. Bila tak dibayar, ia akan menjalani tambahan empat tahun kurungan atau aset disita negara.
Meski hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa terbukti merugikan masyarakat dan memperburuk tata kelola keuangan desa.
Kuasa hukum Asmadi menyebut dakwaan jaksa mengada-ada dan menyebut ada pihak lain yang seharusnya ikut bertanggung jawab. Namun, pengadilan tidak menemukan dasar untuk membebaskan terdakwa dari kesalahan.
Rumidah menegaskan bahwa pasca-vonis Asmadi, sistem tata kelola desa dibenahi menyeluruh. Setiap pencairan dana desa kini melalui mekanisme ketat dan melibatkan unsur masyarakat.
“Ada sistem baru, semua serba transparan. Kalau ada yang curiga, mari periksa bersama. Kami tidak menutup-nutupi,” ungkapnya.
Namun, di tengah pembenahan itu, sejumlah rumor kembali menyeruak. Beberapa warga menyebut adanya “tangan besi” yang bermain di belakang layar untuk menyingkirkan pengaruh keluarga Trilogi dari panggung kekuasaan desa.
Meski demikian, sejumlah tokoh desa memastikan situasi warga tetap damai. Ketegangan justru meningkat ketika isu-isu lama kembali diangkat dan disebarkan oleh pihak-pihak luar desa.
“Desa ini tenang-tenang saja, warga kami tidak ribut. Tapi makin banyak yang datang membawa cerita lama, membakar emosi, padahal putusan sudah jelas. Ini yang kami khawatirkan, bisa memecah belah warga,” ujar salah satu perangkat desa.
Atas kondisi itu, Rumidah meminta perhatian dari pemerintah kabupaten dan aparat keamanan agar lebih aktif menjaga ketertiban dan mencegah provokasi dari luar yang bisa memperkeruh suasana.
Secara hukum, lahan plasma seluas 84 hektare telah sah dikuasai oleh pemerintah desa. Dana desa kini dalam pengawasan ketat. Sementara provokasi dan rumor politik tetap menjadi tantangan baru yang menguji kedewasaan demokrasi di tingkat desa.
(Mas Tris)