![]() |
Caption: Merayakan hasil panen dengan syukur, Gawai Dayak di Belungkak menguatkan ikatan budaya dan tradisi masyarakat Dayak Seberuang |
Sintang (Kalbar), transkapuas.com - Pada tanggal 3 Juli 2025, masyarakat adat Dayak di Kabupaten Sintang, khususnya di Kecamatan Kelam Permai, merayakan Gawai Dayak, sebuah tradisi yang menjadi wujud syukur kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang melimpah. Acara ini diadakan di Dusun Belungkak, Desa Bengkuang, melalui ritual yang dikenal dengan nama "NULAK SEMUDAK." Tradisi ini merupakan bagian integral dari budaya Sub Suku Dayak Seberuang Sapat, yang telah dilestarikan dari generasi ke generasi.
Theresia Yolita, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Bengkuang, menjelaskan bahwa Gawai Dayak merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada Petara, yang dianggap sebagai pencipta alam semesta. Dalam sambutannya, Theresia menekankan betapa pentingnya acara ini tidak hanya sebagai ritual, tetapi juga sebagai momen untuk mempererat tali persaudaraan antar masyarakat. “Kami berkumpul untuk merayakan hasil panen yang diberikan oleh Tuhan, dan ini adalah saat yang tepat untuk bersyukur bersama,” ungkapnya.
Kepala Desa Bengkuang, Dimanto, turut memberikan apresiasi yang tinggi atas terlaksananya acara Gawai Dayak. Ia berharap bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan rasa kepedulian di kalangan masyarakat dan memperkuat ikatan sosial. “Gawai Dayak adalah momen yang sangat penting bagi kita. Melalui acara ini, kita bisa menjaga dan melestarikan adat serta tradisi Sub Suku Dayak Seberuang Sapat, yang merupakan identitas kita,” katanya.
Dimanto juga menekankan bahwa acara ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya yang telah ada. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melestarikan nilai-nilai adat yang sudah diwariskan oleh nenek moyang.
R. S. Yusuf, Temenggung Suku Dayak Seberuang Sapat, menambahkan bahwa perayaan ini sangat penting untuk menjaga kelestarian budaya. “Di wilayah Kecamatan Kelam Permai, terdapat delapan dusun yang tersebar di dua desa, yaitu Desa Bengkuang dan Desa Sungai Labi. Kami harus bersama-sama menjaga dan melestarikan adat dan budaya kita agar tidak hilang ditelan zaman,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan keprihatinan bahwa banyak generasi muda yang mulai melupakan adat dan budaya mereka. “Kami perlu mengedukasi generasi muda tentang pentingnya tradisi kita. Jika kita tidak melakukannya, warisan budaya ini bisa hilang,” tegasnya.
Pemuda Dayak Seberuang turut menyampaikan pandangannya tentang pentingnya menjaga tradisi dalam perayaan Gawai. Mereka merasa bangga dapat berpartisipasi dalam acara ini, mengingat bahwa Gawai seperti ini semakin jarang diadakan, terutama di Sub Suku Dayak Seberuang. “Kami berharap Gawai ini tidak hanya diisi dengan kegiatan yang bersifat hiburan, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai tradisi yang telah ada,” kata salah satu perwakilan pemuda.
Menurut mereka, perayaan Gawai sering kali disalahartikan dengan kegiatan yang hanya berfokus pada mabuk-mabukan dan musik modern, seperti Orgen Tunggal. “Kita harus ingat bahwa meskipun orang Dayak identik dengan tradisi minum, hal itu tidak boleh sampai merugikan. Kami ingin mengedepankan tuak sebagai minuman tradisional yang dinikmati dalam suasana yang penuh rasa syukur dan kebersamaan,” tegas mereka.
Dengan semangat Gawai Dayak ini, masyarakat Dayak Seberuang Sapat berharap agar acara serupa dapat terus dilaksanakan di masa mendatang. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk merayakan hasil panen, mempererat hubungan antar sesama, dan menyebarkan kesadaran akan pentingnya melestarikan adat dan budaya.
Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan warisan budaya Sub Suku Dayak Seberuang Sapat. Dengan dukungan dan partisipasi aktif dari semua lapisan masyarakat, kita dapat memastikan bahwa tradisi ini tetap hidup dan dikenang oleh generasi mendatang. Gawai Dayak bukan hanya sekadar acara, tetapi juga sebuah pernyataan komitmen untuk melestarikan identitas budaya yang kaya dan berharga.
Publish: K. Robenson