Notification

×

BPKAD

BPKAD

G30sPKI

G30sPKI

Uang Negara Disulap untuk Hajat Keluarga Kades Lirik

Rabu, 08 Oktober 2025 | 22.38.00 WIB Last Updated 2025-10-08T15:38:54Z
Caption : Suasana sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dana desa Lirik di Pengadilan Tipikor Palembang. Majelis hakim mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Rabu (8/10/2025).


Palembang , transkapuas.com.-- Di ujung rawa Pangkalan Lampam, sebuah desa bernama Lirik kini jadi sorotan. Desa yang semula dikenal dengan ladang jagung dan jalan tanah merahnya itu berubah menjadi panggung sidang korupsi.


Di kursi terdakwa, duduk seorang mantan kepala desa — Samsul bin Simin — dengan wajah datar, menanti putusan atas dugaan penyalahgunaan dana desa Rp1,1 miliar.


Persidangan di Pengadilan Negeri Palembang pada Selasa (7/10/2025) itu seolah membuka tabir panjang tentang carut-marut pengelolaan dana desa di Ogan Komering Ilir (OKI). Dari pengakuan saksi hingga temuan audit, muncul pola klasik: minim pengawasan, lemahnya pemahaman aparatur, dan budaya diam warga.


Audit yang Membuka Luka Lama


Ahli dari Inspektorat OKI, Rendiko Permana, menjelaskan di depan majelis hakim bahwa perhitungan kerugian dilakukan dengan metode Totallos — menghitung semua kegiatan dan aliran uang dari dua tahun anggaran, 2020–2021.


"Kami turun langsung bersama pihak kecamatan dan warga. Anggaran masuk miliaran rupiah, tapi banyak kegiatan fiktif dan pengeluaran tanpa bukti pertanggungjawaban,” katanya.



Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat, justru dialihkan untuk kepentingan pribadi. Dalam dakwaan, sebagian dana bahkan digunakan untuk biaya sekolah dan pesta pernikahan anak sang kepala desa.


Perangkat Desa yang Tak Paham Tupoksi


Dari fakta persidangan, hampir semua perangkat Desa Lirik — Ketua BPD, Kaur Keuangan, hingga Kaur Umum — tidak memahami tugas dan fungsi mereka.


Namun, ironisnya, mereka tetap menerima gaji dari dana desa tanpa laporan kerja yang jelas.

Praktik ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan desa tidak berjalan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas, padahal setiap rupiah dana desa adalah uang negara.


Seorang warga yang hadir dalam persidangan, enggan disebut namanya, mengatakan kepada transkapuas.com:


"Kami baru tahu dana desa sebesar itu. Waktu itu cuma lihat jalan setapak belum selesai, tapi uangnya sudah habis.”



Sinyal Bahaya Tata Kelola Desa


Dikutip dari media lokal , kepala Kejaksaan Negeri OKI, Sumantri SH MH, menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain dalam perkara ini.


"Kita tetap mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk perangkat yang seharusnya ikut bertanggung jawab. Fakta persidangan akan jadi dasar,” ujarnya.



Kasus ini memperlihatkan satu kenyataan pahit: dana desa yang seharusnya menjadi motor pembangunan, justru sering berubah menjadi ladang bancakan. 


Banyak kepala desa tergoda karena lemahnya kontrol, minimnya pelatihan keuangan, dan rendahnya kesadaran hukum.


Dana Desa, Berkah yang Berbalik Sumpah Serapah


Program dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat sejatinya bertujuan untuk memeratakan pembangunan dan mengentaskan kemiskinan di pelosok negeri. 


Namun tanpa pengawasan ketat dan pengelola yang paham aturan, dana triliunan itu justru menjadi bumerang.

Kasus Samsul bin Simin di Desa Lirik hanyalah satu dari banyak contoh di mana niat baik negara dibajak oleh kepentingan pribadi.


Kini, publik menanti apakah pengadilan akan memberi efek jera dan apakah kasus ini menjadi pelajaran bagi desa-desa lain di OKI.


Sebab jika pola lama tak berubah, bukan tidak mungkin dana desa berikutnya kembali menguap, meninggalkan jejak serupa: jalan setapak terbengkalai, kantor desa sepi, dan warga tetap miskin.


( Mas Tris)

×
Berita Terbaru Update