![]() |
Caption : Karikatur kepsek SDN no 5 , Suaminya dan guru serta setumpuk uang dana bos. |
OKI, transkapuas.com – Sebuah fragmen kontroversi tengah menyelimuti dunia pendidikan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Di SD Negeri 5 Pedamaran, kepala sekolah baru, Sri Astuti, S.Pd, yang belum genap empat bulan menjabat, kini menjadi sorotan karena dugaan kepemimpinan arogan, praktik nepotisme, dan pemotongan gaji guru honorer secara sepihak.
Gelombang ketidakpuasan dari para guru membuat Dinas Pendidikan Kabupaten OKI turun tangan. Lembaga ini memastikan akan melakukan investigasi mendalam terhadap polemik yang mencoreng citra pendidikan dasar tersebut.
Klarifikasi Dinas Pendidikan: Awalnya Disebut Hoaks
Kabid GTK Dinas Pendidikan OKI, Herianto, S.Pd., M.Si, pada Senin (6/10/2025), menanggapi serius pemberitaan yang beredar. Ia sempat menyebut isu tersebut sebagai hoaks setelah mendapat keterangan langsung dari Sri Astuti.
"Saya telah meminta penjelasan dari kepala sekolahnya langsung. Kata dia, semua pemberitaan itu hoaks dan mengada-ada,” ujar Herianto.
Terkait isu pemotongan gaji guru honorer, Herianto mengatakan bahwa pihak sekolah mengklaim hal itu merupakan hasil kesepakatan bersama para guru. Namun demikian, ia menegaskan bahwa Dinas Pendidikan tidak akan berhenti pada satu sumber.
"Dalam beberapa hari kami juga akan memanggil para guru untuk dimintai keterangan,” tambahnya.
Langkah ini menandai keseriusan Dinas Pendidikan untuk menggali fakta di lapangan dan memastikan kebenaran tidak berpihak.
Guru Honorer Meradang: “Gaji Hilang, Suami Kepala Sekolah Justru Memimpin Rapat”
Ketegangan di SDN 5 Pedamaran mencuat pada awal Oktober. Sejumlah guru honorer mengaku frustrasi dengan gaya kepemimpinan Sri Astuti. Salah satu guru honorer yang enggan disebutkan namanya menuturkan bahwa sejak awal menjabat, sang kepala sekolah menunjukkan sikap otoriter dan menempatkan kerabatnya dalam posisi strategis.
"Gaji saya hilang sebulan. Bahkan operator kami yang tugasnya berat, dari Rp3 juta per triwulan, sekarang cuma dibayar Rp1 juta. Sementara suami kepala sekolah dapat Rp1,5 juta, adiknya malah lebih besar dari kami, padahal baru ngajar,” keluhnya.
Sumber itu juga mengungkap bahwa adik kepala sekolah berlatar belakang sarjana farmasi, namun mengajar pendidikan jasmani. Sedangkan suaminya, yang ditugaskan sebagai guru baca tulis Al-Qur’an, disebut sering memimpin rapat sekolah, menciptakan kesan bahwa kendali sekolah bukan di tangan pejabat resmi.
Pertanyaan tentang Kelayakan dan Integritas
Kualifikasi Sri Astuti juga dipertanyakan. Dengan golongan 3B dan baru menjadi PNS pada 2019, ia dinilai terlalu cepat menduduki jabatan kepala sekolah. Padahal, standar minimal jabatan tersebut umumnya menuntut pengalaman mengajar delapan tahun.
Perbandingan mencolok terjadi dengan Plt. Kepala Sekolah sebelumnya, Rita, yang memiliki golongan 3D, sertifikat Cakep (Calon Kepala Sekolah), dan dikenal sebagai guru penggerak. Namun, justru Rita yang digantikan tanpa alasan jelas.
"Dinas Pendidikan seharusnya lebih selektif menempatkan seseorang jadi kepala sekolah,” kata seorang guru senior.
Sorotan Pengelolaan Dana BOS
Masalah lain muncul dari dugaan ketidakterbukaan dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bendahara sekolah disebut tidak dilibatkan dalam penyusunan anggaran hingga akhirnya mengundurkan diri.
Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa kepala sekolah tidak memahami ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah), sebuah sistem digital yang wajib digunakan untuk transparansi keuangan sekolah.
Tekanan Masyarakat dan Respons Kepala Sekolah
Tokoh masyarakat Pedamaran, Roki’in Matitar, ikut bersuara dan bahkan mengirim surat resmi kepada Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, untuk meminta evaluasi jabatan kepala sekolah.
"Para guru datang mengadu ke rumah saya. Mereka bercerita tentang perilaku kepala sekolah. Ini soal nama baik sekolah, semoga Pak Bupati mendengarkan keluhan mereka,” ujarnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Sri Astuti melalui suaminya, Adi Abraham, membantah semua tuduhan.
'Semua itu tidak benar. Keputusan pengurangan gaji berdasarkan rapat bersama dan disetujui guru. Saya hanya diperbantukan di sekolah, bukan memimpin,” kata Adi.
Ia menegaskan bahwa istrinya siap dievaluasi jika memang diminta mundur.
"Kami siap ditempatkan di mana saja. Kalau pun kembali jadi guru biasa, tidak masalah,” tambahnya.
Menanti Ketegasan Dinas Pendidikan
Kasus SDN 5 Pedamaran kini menjadi ujian integritas bagi Dinas Pendidikan OKI. Investigasi yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya, bukan sekadar menenangkan opini publik.
Di tengah tuntutan transparansi dan profesionalisme, publik berharap lembaga pendidikan tidak menjadi arena kekuasaan keluarga, tetapi ruang pengabdian yang berkeadilan bagi para guru honorer — pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya.
( Tim/mas Tris)