Pontianak, transkapuas.com, - Musyawarah Daerah (Musda) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kalimantan Barat (Kalbar), yang digelar pada Sabtu, 17 Mei 2025, di Hotel Aston Pontianak, berubah menjadi panggung kontroversi setelah proses pemilihan Ketua Umum BPD HIPMI Kalbar periode 2025–2028 diduga sarat pelanggaran prosedural dan manipulasi. Kegiatan yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi para pengusaha muda justru memunculkan catatan kelam dalam sejarah organisasi.
Penyimpangan Struktur dan Tahapan;
Dugaan awal muncul dari proses pembentukan panitia yang dinilai tidak sesuai dengan mekanisme organisasi. Sekretaris Steering Committee (SC), yang seharusnya berasal dari unsur Wakil Sekretaris, justru diambil dari posisi Wakil Bendahara, yaitu Alfi. Sementara itu, posisi Bendahara dalam panitia OC yang secara struktural seharusnya ditempati oleh bendahara, justru diberikan kepada Silvi, yang merupakan Wakil Ketua.
Keanehan tidak berhenti di situ. Panitia OC yang bertugas menjalankan tahapan teknis pelaksanaan Musda, disebut melakukan pembukaan pendaftaran calon Ketua Umum tanpa terlebih dahulu meminta atensi dan pengesahan dari Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI. Hal ini bertentangan dengan tata kelola organisasi yang mewajibkan BPP mengetahui dan merestui proses pendaftaran calon sejak awal.
Penanggung Jawab Dikesampingkan;
Sekretaris Umum BPD HIPMI Kalbar, yang juga penanggung jawab Musda, tidak dilibatkan dalam proses verifikasi calon. Kondisi ini dikritisi oleh Uray Budi, Dewan Pembina HIPMI Kalbar.
"Ini tindakan yang sangat mencederai prinsip organisasi. Bagaimana mungkin proses verifikasi calon dilakukan tanpa sepengetahuan penanggung jawab Musda? Ini jelas pelanggaran serius," tegas Uray Budi. Ia menambahkan bahwa tindakan semacam ini bisa menciptakan preseden buruk dan berpotensi memecah belah soliditas organisasi.
Ricuh dan Keputusan Diam-diam;
Situasi memanas saat sidang pleno membahas laporan pertanggungjawaban Ketua Umum BPD HIPMI Kalbar periode sebelumnya. Sekitar pukul 16.00 WIB, kericuhan pecah setelah sekelompok orang yang tidak dikenal masuk ke dalam ruangan sidang dan memaksa agenda dihentikan. Kepolisian yang hadir di lokasi langsung mengambil tindakan dan atas instruksi Kapolres Pontianak, kegiatan Musda dihentikan untuk sementara.
Pimpinan sidang, Febriadi, menyampaikan secara eksplisit bahwa forum dihentikan selama 1x24 jam untuk meredakan situasi. Namun, tanpa sepengetahuan mayoritas peserta, sekelompok kecil panitia dan pengurus justru melakukan sidang lanjutan secara tertutup di sebuah kamar hotel dan langsung menetapkan Ridho sebagai Ketua Umum HIPMI Kalbar yang baru.
Kebijakan sepihak ini membuat geger banyak pihak. Lima Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC), termasuk dari Sambas, Mempawah, dan daerah lain, mengaku sama sekali tidak diberi tahu mengenai sidang lanjutan tersebut. “Ini bukan hanya melanggar prosedur, tapi juga mencoreng demokrasi dalam organisasi,” kata Uray Elvin, Ketua BPC HIPMI Sambas.
Gelombang Protes dan Tuntutan BPC:
Merespons keganjilan ini, sebanyak 14 BPC HIPMI Kalbar mengeluarkan pernyataan bersama yang berisi tiga tuntutan tegas:
1. Klarifikasi terbuka dari panitia terkait tahapan Musda yang dianggap telah menyimpang dari aturan.
2. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja panitia SC dan OC, terutama terkait integritas dan transparansi.
3. Desakan kepada BPP HIPMI untuk mengambil alih penuh pelaksanaan Musda jika BPD tidak menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan krisis secara adil dan demokratis.
Pernyataan Ketua Terpilih
Ridho, yang dikukuhkan secara kontroversial sebagai Ketua Umum, menyampaikan bahwa kemenangannya merupakan hasil kerja kolektif dan bentuk kepercayaan terhadap visi kepemimpinannya. Ia berkomitmen membawa HIPMI Kalbar menjadi organisasi yang modern, inovatif, dan mendukung pengusaha muda daerah.
Namun pernyataan itu sulit diterima sebagian besar pengurus BPC. Banyak pihak menilai bahwa proses penetapan yang berlangsung tertutup, dan dilakukan dalam suasana penuh ketidakjelasan, justru merusak legitimasi dan semangat demokrasi di dalam tubuh HIPMI.
Situasi ini memperlihatkan krisis kepemimpinan dan integritas dalam salah satu organisasi pengusaha terbesar di Kalimantan Barat. Apabila tidak segera ditangani dengan pendekatan yang adil, terbuka, dan sesuai AD/ART organisasi, HIPMI Kalbar berisiko kehilangan kepercayaan dari anggotanya sendiri. (Rbn)