SINTANG, transkapuas.com - Ojong Warga Nanga Mau, Kecamatan Kayan Hilir yang merupakan Kakek dari Jenazah Bayi yang meninggal di RSUD Ade M. Djoen Sintang turun dari Ambulance bersama Istri yang menggendong jasad cucunya lantaran tidak mampu membayar ongkos untuk membawa cucunya hingga ke kampung halaman.
Turunya dia dengan jenazah cucunya bukan ditelantarkan oleh Sopir Ambulance melainkan akan ganti mobil, karena jika menggunakan Ambulance yang pertama biayanya bakal mahal karena menggunakan BBM yang berbeda.
Video tersebut sempat viral dan menghebohkan jagat maya pada Senin, (15/7/2024) malam.
Ojong menuturkan bahwa sebelum pulang pihak RSUD Ade M. Djoen Sintang telah meminta Rp.690 ribu dan itupun di bantu Dewan.
“Datang ajudan pak Dewan membayar ambulance sebesar 690 ribu. Kami berangkat. Dalam perjalanan kata sopirnya, bang minta duit 600 ribu untuk beli minyak. Aku jawab tidak punya duit dan sudah kami bayar di kasir. Kata sopir tidak gitu. Itu urusan saya, kasir tidak ada urusan. Hati saya sakit. Kami masih sadar. Saya tidak terima. Cucu meninggal. Habis habis minta 1 juta. Kembali saya tegaskan saya tidak punya uang,” tuturnya.
Melihat kondisi perlakuan tak mengenakan dari sopir ambulance tersebut lantas dia menghubungi sepupunya untuk datang menemuinya. Bukan itu saja, dia juga menghubungi anggota dewan Dapil Kayan untuk menjelaskan bahwa biaya ambulance sudah dibayar di kasir.
“Kami selaku masyarakat tidak terima diperlakukan seperti ini. Ini jelas menindas rakyat. Betul-betul Kami tidak terima. Jangan sampai terjadi seperti ini. Tolong kasian masyarakat lain,” ucapnya.
Suwardi selaku sopir Ambulance RSUD Ade M. Djoen yang membawa jenazah cucu Ojong mengaku malam tersebut bukan tugas dia dan tugas kawannya dia hanya menggantikan.
“Malam hari ini sebenarnya bukan tugas saya. Yang bertugas teman saya. Tapi biasanya saya yang gantikan. Terus tadi sebelum berangkat saya ditelepon oleh pihak keluarga yang berduka, menyampaikan berapa biaya ambulance ke sana, saya bilang ambulance saya beda dengan Perbup yang ada. Karena ambulance yang saya gunakan ini menggunakan BBM jenis Dexlite. Harganya perliter Rp. 14.900. Sementara Perbup yang ada di rumah sakit, BBM yang ditanggung sebesar Rp. 9.500 rupiah,” dalihnya.
Selisih BBM itu diminta Suwardi pada keluarga pasien. Ternyata keluarga pasien mengeluarkan surat bahwa sudah dibayar di kasir.
“Saya bilang selisih BBM dari Rp. 14.900 itu dikurangi Perbup Rp. 9.500 selisih Rp. 5.400 rupiah itu saya minta pergantian pada pihak kelurga,” jelas Suwardi.
Hal ini jadi pemicu perselisihan bahwa Suwardi yang menurunkan keluarga pasien dan sebagainya. Ada juga yang bilang kalau dia ingin menurunkan keluarga pasien dengan mengganti ambulance yang standar Perbup.
“Saya merasa berdosa dan sangat bersalah. Karena tidak membantu orang. Tapi saya sering membantu orang. Bahkan yang gratis pun sering bantu. Saya atas nama pribadi siap salah. Yang salah bukan pihak rumah sakit. Saya sendiri yang salah. Mungkin penyampaian saya tidak benar. Keluarga pasien. Kalau seandainya saya dipecat saya pasrah. Karena saya ingin membantu. Tapi karena warganya yang menyampaikan tidak bisa menyalahkan mereka. Tapi saya yang salah,” jelas Suwardi mengklarifikasi.
Atas peristiwa tersebut dr. Ridwan Pane selaku Dirut RSUD Ade M. Djoen Sintang membenarkan kejadian tersebut dan meminta maaf.
“Memang benar itu ambulance kami. Dan kami memastikan bahwa pelayanan kemarin sudah sesuai dengan SOP. Pembayaran sudah lewat kasir sesuai perbup. Namun kemudian oleh sopir kami ada rencana menarik, karena pada akhirnya tidak terjadi, karena baru direncanakan. Sebesar Rp. 400 ribu,” kata dr. Ridwan.
Ketika pihak rumah sakit klarifikasi kepada sopir ambulance kenapa ditarik biaya lagi diperjalanan BBM, dijawab oleh Sopir tersebut karena memang selisih harga BBM dexlite sementara di Perbup masih menggunakan Pertalit sehingga ada selisih bayar.
“Hal ini tidak kami perkenankan,” ujar dr. Ridwan pada Selasa, (16/7/2024).
Terkait ambulance dr. Ridwan Pane mengakui kalau pada hari itu memang bukan jadwal Suwardi. Pihaknya sebenarnya tidak merekomendasikan ambulance yang dipakai. Karena ada selisih tarif.
“Kalaupun ambulance tersebut yang dipakai karena keadaan terdesak dan kurang armada. Itupun atas persetujuan direktur dan biaya dibebankan ke rumah sakit. Itu alternatif terakhir,” ungkapnya.
“Itu sudah kita sampaikan. Dan kita klarifikasi. Itu jadi beban kita kalaupun ada selisih bayar. Kita yang tanggung,” tambahnya.
Penurunan jenazah, karena pasien itu tidak jadi berangkat. Sopir menyampaikan bahwa sebenarnya mau ganti mobil dengan yang pertalite supaya tidak ada selisih harga.
Namun apapun akhirnya pasien ini tidak jadi menggunakan ambulance. Mungkin ada komunikasi tidak pas antara sopir dengan keluarga pasien.
“Terkait pelayanan, kami sudah sesuai SOP. Cuma memang si sopir ambulance berusaha meminta lebih, itu diluar pengetahuan RS dan dia sudah minta maaf,” katanya.
Menurutnya tentu akan ada konsekuensi dari manajemen terkait aturan kepegawaian dan pihak rumah sakit akan menindaklanjutinya
Sementara itu Anggota DPRD Sintang dapil Nanga Mau Santosa, sangat menyayangkan hal itu bisa terjadi. Karena tidak semua masyarakat punya uang.
“Kami menyayangkan hal ini terjadi di Kabupaten Sintang. Karena tidak semua orang punya uang. Ini sungguh luar biasa. Terkena dengan orang miskin gak punya duit. Untung mereka masih punya wakil rakyat, kalau tidak tahu nasib mereka gimana,” kata Santo.
Pertama diminta sopir rumah sakit Rp. 1.550.000, kemudian kata Santo menghubungi direktur RSUD terkait Perbup berapa ongkos ambulance mengantar jenazah ke Nanga Mau, dijawab Rp. 690.000.
“Udah kita bayar ternyata mau diturunkan di jalan. Ini sungguh luar biasa perlakukan sopir ini. Ini oknum tapi melalui direktur sudah saya sampaikan jangan pernah terjadi lagi seperti ini. Karena ini luar biasa. Ini diturunkan di SPBU. Karena diminta biaya tambahan lagi di luar perbup,” ulasnya.
Penulis: Susianti