![]() |
| Caption : catatan harta kekayaan Asmar Wijaya berdasarkan LKPHN |
OKI, transkapuas.com – Transparansi harta kekayaan penyelenggara negara di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, kembali menjadi perhatian publik. Nama Asmar Wijaya (AW), seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKI, menjadi sorotan menyusul adanya temuan dugaan ketidaksesuaian data dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang bersangkutan.
Sorotan ini mencuat setelah dilakukan penelusuran terhadap data e-LHKPN yang menunjukkan adanya kenaikan signifikan nilai kekayaan dalam kurun waktu relatif singkat, disertai dengan perbedaan informasi jabatan yang tercantum dalam laporan resmi.
Kenaikan Harta Signifikan Perlu Penjelasan Terbuka.
Berdasarkan data yang dihimpun, total kekayaan Asmar Wijaya tercatat mengalami peningkatan cukup besar dalam rentang satu tahun:
2019: Rp 1.717.000.000
2020: Rp 3.228.000.000
Selisih kenaikan: Rp 1.511.000.000
Kenaikan tersebut tercatat saat yang bersangkutan masih berstatus sebagai pejabat struktural di lingkungan Pemkab OKI.
Dalam laporan tersebut, komposisi harta didominasi oleh aset tetap, sementara tidak ditemukan keterangan rinci mengenai kepemilikan usaha, aktivitas bisnis, maupun sumber pendapatan tambahan lain yang secara eksplisit menjelaskan lonjakan nilai kekayaan tersebut.
Sejumlah pengamat menilai, kondisi ini bukan serta-merta menunjukkan pelanggaran, namun memerlukan klarifikasi terbuka demi menjaga prinsip akuntabilitas pejabat publik.
Perbedaan Jabatan dalam LHKPN Jadi Catatan Kritis
Selain aspek nilai kekayaan, perhatian juga tertuju pada ketidaksesuaian data jabatan.
Pada tahun 2020, secara administratif Asmar Wijaya diketahui menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kabupaten OKI.
Namun, dalam dokumen LHKPN tahun yang sama, yang bersangkutan mencantumkan jabatan sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten OKI.
Perbedaan informasi ini menimbulkan pertanyaan publik terkait akurasi pengisian LHKPN, mengingat laporan tersebut merupakan dokumen resmi yang menjadi dasar pengawasan integritas penyelenggara negara.
PRISMA: LHKPN Instrumen Etika, Bukan Sekadar Administrasi.
Menanggapi polemik tersebut, Salim Kosim, peneliti dari Pusat Riset Kebijakan Publik dan Pelayanan Masyarakat (PRISMA), menilai bahwa LHKPN tidak boleh dipahami sekadar sebagai kewajiban administratif.
“LHKPN adalah instrumen etika dan pencegahan korupsi. Ketika terjadi lonjakan harta yang signifikan atau perbedaan data jabatan, maka mekanisme klarifikasi dan verifikasi menjadi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik,” ujar Salim Kosim, Sabtu ( 20/12/2025).
Menurutnya, perbedaan atau ketidaklengkapan data belum tentu merupakan tindak pidana, namun ketiadaan penjelasan terbuka justru berpotensi memicu spekulasi dan ketidakpercayaan masyarakat.
“Pejabat publik seharusnya proaktif memberikan klarifikasi. Transparansi adalah benteng pertama untuk melindungi diri dari dugaan-dugaan yang berkembang,” tambahnya.
Salim juga mendorong agar lembaga pengawas yang berwenang, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan verifikasi administratif jika ditemukan indikasi ketidakwajaran, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Upaya Konfirmasi Masih Terbuka.
Awak media telah berupaya meminta klarifikasi langsung kepada Asmar Wijaya. Saat dikonfirmasi, yang bersangkutan menyampaikan jawaban singkat dan meminta pertemuan lanjutan melalui pihak lain.
Hingga berita ini diterbitkan kembali, belum diperoleh penjelasan resmi secara tertulis dari Asmar Wijaya maupun keterangan dari instansi terkait. Redaksi menegaskan bahwa ruang klarifikasi tetap terbuka demi prinsip keberimbangan informasi.
Pengawasan Publik Diperlukan
Isu transparansi harta pejabat publik menjadi bagian dari upaya bersama dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel. LHKPN, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, dimaksudkan sebagai alat kontrol sosial agar potensi penyimpangan dapat dicegah sejak dini.
Redaksi akan terus memantau perkembangan isu ini dan menyajikan informasi lanjutan sesuai dengan prinsip jurnalistik yang berimbang, akurat, dan bertanggung jawab.
(Mas Tris)
