![]() |
| Caption : Adi Yanto SPD MSI Kadin Kominfo OKI. |
OKI, transkapuas.com — Pelantikan Adi Yanto, S.Pd., M.Si. sebagai Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) OKI pada Jumat (28/11) bukan sekadar formalitas administrasi.
Penelusuran wartawan menunjukkan keputusan ini diambil di tengah tekanan eksternal dan dinamika internal yang memanas di tubuh Diskominfo.
Sebelum pelantikan, muncul manuver sebagian kecil awak media yang mengajukan mosi tak percaya terhadap Adi Yanto. Gerakan itu disebut-sebut dipengaruhi jaringan tertentu yang dikaitkan dengan tim sukses.
Namun hasil verifikasi transkapuas com dilapangan,menunjukkan petisi tersebut tidak mewakili organisasi pers secara keseluruhan dan lebih mengarah pada tekanan politik ketimbang evaluasi berbasis kinerja.
Di tengah situasi ini, Pemkab OKI tetap menjalankan mekanisme open bidding untuk mengisi enam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP). Berdasarkan hasil seleksi terbuka, Adi Yanto keluar sebagai salah satu kandidat terbaik dan akhirnya dipilih langsung oleh Bupati OKI.
Wakil Bupati OKI Supriyanto, yang memimpin pelantikan, menegaskan proses seleksi berjalan sesuai prinsip meritokrasi.
“Seleksi ini objektif dan transparan. Pelantikan ini bagian dari penguatan tata kelola pemerintahan,” ujarnya.
Pemerhati kebijakan publik, Salim Kosim, dari Pusat Riset Kebijakan Publik dan Pelayanan Masyarakat (PRISMA) Sumsel menilai pelantikan ini sekaligus membantah anggapan bahwa Bupati OKI tunduk pada tekanan luar.
“Dilantiknya Adi Yanto membuktikan bahwa keputusan diambil berdasarkan hasil seleksi, bukan tekanan pihak mana pun,” tegasnya, Senin (1/12/2025).
Menurutnya, seleksi terbuka memberi ruang kompetitif yang adil.
“Siapa pun yang terbaik, dialah yang terpilih. Dan itu yang terjadi hari ini,” katanya.
Ia berharap pelantikan ini menjadi titik balik membaiknya relasi pemerintah daerah dan insan pers.
“Sinergi pers dan pemerintah harus sehat. Diskominfo punya peran penting dalam transparansi informasi publik,” ujarnya.
Salim juga mengingatkan pentingnya independensi insan pers.
“Kritik silakan, tapi harus berbasis data dan tetap dalam koridor etika,” tandasnya.
(Mas Tris)
