Notification

×

BPKAD

BPKAD

Sumpah pemuda

Sumpah pemuda

RIP

RIP

Harga L3S Diakui Turun, Tapi Pengemin Menjerit: Sarang Elang Buntu Malah Dinaikkan!

Kamis, 20 November 2025 | 06.06.00 WIB Last Updated 2025-11-19T23:06:39Z
Caption : Suasana pelaksanaan lelang Lebak Lebung dan Sungai (L3S) di Kecamatan Kota Kayuagung, OKI, tampak ramai. Para peserta lelang saling bersaing untuk mendapatkan objek garapan tradisional yang menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat. Rabu (19/11/2025)


OKI, transkapuas.com — Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan,mengklaim bahwa penyesuaian standar harga Lebak Lebung dan Sungai (L3S) tahun ini berhasil meningkatkan minat pengemin tanpa menurunkan pendapatan daerah. Dari 207 objek yang laku pada tahap pertama, pemerintah mencatat pemasukan Rp5,358 miliar.


Kepala Dinas Perikanan OKI, Ubaidillah, mengatakan kebijakan penurunan standar harga sekitar 10 persen dilakukan untuk menjawab keluhan penurunan produktivitas perairan akibat perubahan iklim.


“Kebijakan ini adalah penyesuaian atas usulan para pengemin. Standar harga diturunkan sekitar 10 persen, namun hasil periode pertama tetap maksimal,” kata Ubaidillah, Rabu (19/11).


L3S bukan sekadar lelang, tetapi juga mekanisme pengelolaan ekologi, di mana pengemin berkewajiban menjaga perairan dan mencegah kebakaran lahan.


Pada tahap pertama tahun ini, Kecamatan Jejawi menjadi penyumbang PAD terbesar dengan Rp2,148 miliar, disusul Pampangan Rp1,037 miliar, Lempuing Jaya Rp850,5 juta, dan Pedamaran Rp569,8 juta. Objek yang belum laku akan dilelang kembali pada 3 Desember 2025.


Kenyataan Lapangan Bertolak Belakang: Harga Sarang Elang Buntu Malah Naik


Di balik klaim “harga diturunkan”, sejumlah pengemin justru mengungkap fakta berlawanan. Pada objek Lebak Sarang Elang Buntu di Kecamatan Lempuing Jaya, harga standar bukan turun—melainkan naik signifikan.


Taupik Akbar, salah satu pengemin, mengaku keberatan dan menyebut kebijakan ini tidak konsisten dengan pernyataan pemerintah.


"Objek lain katanya turun, tapi Sarang Elang Buntu malah dinaikkan dari Rp65 juta jadi Rp71 juta. Padahal pendapatan kami turun drastis,” ujar Taupik.


Ia menambahkan, kondisi perairan sedang tidak produktif, namun justru harga standar dinaikkan. Hal ini dianggap memberatkan dan berpotensi mematikan pengemin kecil yang hanya bergantung pada hasil musim.


Camat Lempuing Jaya — “Kalau Bukan Zalim, Lalu Apa?”


Di Lempuing Jaya, logika kebijakan seperti hilang arah. Pemkab OKI bicara penurunan harga, tapi di kecamatan ini justru ada “keanehan”: standar harga Sarang Elang Buntu dinaikkan tanpa penjelasan yang waras.


Pengemin sedang seret hasil, tapi kantor camat justru menambah beban. Kalau bukan zalim, apa istilah yang lebih pantas?


Taupik Akbar sudah teriak bahwa pendapatan mereka anjlok, namun standar harga justru ditarik ke atas. Suara rakyat kecil mungkin kalah oleh suara “target setoran”, sebab camat Roni Santoso tampak memilih tutup telinga.


Camat itu jabatan publik, bukan sekadar kursi nyaman untuk mengesahkan kebijakan yang mematahkan tulang ekonomi warga. Kenaikan standar yang tidak masuk akal ini wajar memunculkan pertanyaan publik:

Siapa yang bermain di balik angka naik itu? Untuk kepentingan siapa?


L3S seharusnya menjaga ekologi dan ekonomi masyarakat. Bukan berubah jadi alat “cekik pelan-pelan” tiap tahun.


Jika Camat Lempuing Jaya Roni Santoso tidak mampu menjelaskan alasan kenaikan ini secara terbuka, biarlah masyarakat yang menilai sendiri:

masih layakkah ia memimpin, atau justru menjadi beban baru bagi pengemin?


( Mas Tris)

×
Berita Terbaru Update