Notification

×

BPKAD

BPKAD

Baru 9 Bulan Memimpin, Muchendi-Supri Dituding Monopoli Jabatan

Kamis, 27 November 2025 | 15.32.00 WIB Last Updated 2025-11-27T08:32:15Z
Caption : Edison Aslan Pengamat Politik Sum Sel.


OKI, transkapuas.om.--Pemerintahan Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) Muchendi Mahzareki dan Wakil Bupati Supri mulai menghadapi gejolak internal, meskipun baru menjabat sembilan bulan. Konflik ini muncul setelah terpilihnya M. Taufik sebagai Ketua Karang Taruna OKI periode 2025–2030, pada Temu Kader Rabu, 26 November 2025.


Taufik disebut diusung langsung oleh Wakil Bupati Supri, dengan dukungan dari Ketua Karang Taruna periode sebelumnya, Maulidini. Sejumlah kader menuding aturan internal Karang Taruna sengaja direkayasa untuk menghambat kandidat di luar lingkaran pendukung pemerintah agar tidak dapat berkompetisi. Situasi ini memunculkan dugaan bahwa organisasi pemuda tersebut telah "dikendalikan" sejak awal.


Selain isu Karang Taruna, pola yang sama juga terdeteksi dalam pengisian jabatan strategis daerah. Kursi Ketua KONI, PMI OKI, hingga posisi Ketua CSR diduga diisi oleh figur-figur yang loyal kepada Muchendi-Supri. Distribusi jabatan yang terpusat ini memicu kekhawatiran di kalangan elite lokal mengenai arah konsolidasi kekuasaan pemerintahan daerah.



Pengamat politik Sumatera Selatan, Edison Aslan, menilai gejala fragmentasi kekuasaan dalam pemerintahan Muchendi-Supri sudah terlihat jelas.


“Dominasi satu poros dalam distribusi jabatan pasti memicu resistensi. Jika pola eksklusif ini terus dipertahankan, konflik internal akan menguat. Ini adalah gejala klasik dari keretakan konsolidasi kekuasaan,” kata Edison, Kamis (27/11/2025).


Aktivis kepemudaan OKI, Achik Muhrom, juga melontarkan kritik keras dan menilai langkah pemerintah daerah telah melampaui batas kewajaran.


“Karang Taruna adalah ruang partisipasi anak muda, bukan arena bagi elite untuk menitipkan kepentingan. Jika organisasi ini dipolitisasi demi kepentingan politik, kita sedang menyaksikan indikasi kemunduran demokrasi di tingkat daerah,” tegas Achik.


Achik menambahkan, konsolidasi kekuasaan yang terlalu sempit akan menghambat partisipasi generasi muda. Ia mendesak pemerintahan Muchendi-Supri membuka ruang partisipasi lebih luas dan menghentikan penempatan orang dekat pada jabatan strategis demi menjaga kepercayaan publik.



Konflik yang melibatkan tiga poros kekuatan utama—Kubu Muchendi (pemerintahan), Kubu Supri (poros pemuda), dan Kubu Kritis (oposisi akar rumput)—menempatkan stabilitas politik OKI di posisi rentan. Pemerintah harus segera mencari jalan tengah agar erosi legitimasi tidak meluas.

Solusi inklusif wajib ditempuh, dimulai dengan menciptakan transparansi. 


Untuk merespons tudingan monopoli, penunjukan figur pada jabatan strategis (seperti KONI dan PMI) sudah terjadi, namun proses rekonsiliasi menjadi poin utama. Langkah ini penting untuk memulihkan kepercayaan publik dan menunjukkan niat baik. Selain itu, kelompok kritis dan kader muda di barisan luar pagar turut juga diakomodasi. 


Achik Muhrom memandang, pemerintah daerah dapat memberikan ruang formal bagi mereka, misalnya melalui Dewan Pertimbangan atau tim Pengawas Kebijakan. Dengan cara ini, kritik dapat disalurkan melalui jalur resmi, mengurangi potensi konflik di ruang publik.


"Jika langkah-langkah ini diambil, semua sumber daya dan energi yang kini terpecah dapat difokuskan kembali pada percepatan pembangunan daerah, menciptakan solusi yang menguntungkan pemerintah dan masyarakat OKI," tandasnya.


( Mas Tris)

×
Berita Terbaru Update