![]() |
Caption : Ketua Perkumpulan Bende Seguguk, Ahmad Akbar. |
OKI, transkapuas.com – Perkumpulan Bende Seguguk (PBS) buka suara terkait dugaan penyimpangan anggaran di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Dalam temuan yang diungkap, terdapat kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa dengan nilai fantastis mencapai Rp302.204.481.
Ketua PBS, Ahmad Akbar, menyatakan bahwa berdasarkan investigasi internal dan hasil audit atas dokumen pertanggungjawaban, terungkap adanya pengeluaran yang tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Akbar menyebut temuan itu sebagai potret nyata bobroknya tata kelola keuangan di tubuh Disbudpar OKI.
“Ini bukan sekadar kekeliruan administratif. Ini bukti nyata bahwa pengelolaan keuangan daerah kita amburadul dan rawan disalahgunakan,” ujar Akbar kepada wartawan, Selasa (30/7).
PBS membeberkan bahwa kelebihan pembayaran tersebut tersebar di tiga bidang, yaitu:
Sekretariat: Rp17.480.681
Bidang Ekonomi Kreatif: Rp3.408.800
Bidang Kebudayaan: Rp281.315.000
Dengan nilai terbesar berada di bidang kebudayaan, PBS menilai dugaan laporan fiktif ini harus menjadi perhatian serius aparat hukum.
“Jangan tunggu laporan masyarakat. Temuan ini sudah cukup jadi dasar untuk memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait. Kami dari PBS siap mengawal kasus ini sampai tuntas,” tegas Akbar.
Menurutnya, sektor budaya dan pariwisata seharusnya menjadi wajah positif OKI, bukan menjadi sarang praktik menyimpang yang merugikan keuangan daerah.
“Masyarakat OKI berhak tahu ke mana larinya uang mereka. Uang rakyat harus kembali kepada rakyat, bukan dikorupsi lewat laporan palsu dan manipulatif,” ujarnya lantang.
Praktisi Hukum: Ada Dugaan Tipikor
Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum Yadi Hendri Supriadi menilai bahwa dugaan penyimpangan yang disebut dalam laporan PBS berpotensi melanggar Pasal 3 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jika benar ada pengeluaran yang tidak sesuai dengan kondisi riil dan didukung oleh dokumen pertanggungjawaban fiktif, maka hal itu memenuhi unsur perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri atau orang lain dan jelas berpotensi menjadi tindak pidana korupsi,” ujar yadi
Ia menegaskan, aparat penegak hukum tidak harus menunggu laporan formal dari masyarakat untuk bertindak.
“Dalam konteks tindak pidana korupsi, asas lex specialis memberi kewenangan pada penyidik untuk langsung melakukan penyelidikan terhadap informasi awal atau temuan auditor, apalagi jika sudah ada angka kerugian negara yang jelas,” tambahnya.
Yadi juga mendorong agar Inspektorat dan Kejaksaan Negeri OKI segera berkoordinasi untuk menelusuri aliran anggaran yang diduga bermasalah tersebut
“Jangan sampai sektor budaya yang semestinya membangun karakter justru jadi ladang penyimpangan. Penegakan hukum harus tegas,” tutup Yadi
Disbudpar OKI Masih Bungkam
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata OKI, Ahmad Madhin Ilyas, belum memberikan keterangan. Upaya konfirmasi melalui Kepala Bidang Kebudayaan, Didi Darmadi, juga tidak membuahkan hasil. Pesan WhatsApp dan panggilan telepon yang dikirimkan oleh wartawan transkapuas.com belum dijawab, meskipun bernada aktif.
(Mas Tris)