Sekadau, transkapuas.com - Di tengah tantangan mutu pendidikan, terutama dalam hal penguatan karakter siswa, Ibu Karni, Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 04 Sungai Ringin, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat menjawabnya dengan langkah nyata dan berdampak.
Dalam sesi berbagi praktik baik di Temu Pendidik Nusantara XII wilayah Sekadau, ia mengungkapkan bagaimana dua program sederhana namun bermakna telah membawa perubahan besar di sekolahnya: Program BIT (Bimbingan Iman dan Taqwa) dan Gerakan Cinta Lingkungan.
“Dulu, rapor mutu pendidikan kami masih banyak yang berwarna merah, terutama di aspek karakter. Tapi saya yakin, kalau karakter anak-anak sudah baik, akademik akan menyusul,” ujar Karni, Kamis (24/7/2025).
Keyakinan itu yang melandasi lahirnya dua program tersebut. Program BIT, misalnya, rutin dilaksanakan setiap Jumat pertama setiap bulan. Anak-anak Muslim mengikuti kegiatan shalat dhuha bersama, dilanjutkan dengan infak dan sedekah.
Sementara siswa Kristen dan Katolik mendapatkan pembinaan rohani dan menyerahkan persembahan terbaik. Semua kegiatan ini diakhiri dengan makan sehat bersama.
“Dengan kegiatan ini, kami ingin siswa makin dekat dengan Tuhan, bisa mengendalikan diri, sabar, dan memiliki empati sebagai makhluk sosial,” jelasnya.
Sementara itu, Gerakan Cinta Lingkungan tumbuh dari kesadaran bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah. Gerakan ini dikemas dengan cara yang menyenangkan dan melibatkan semua siswa. Diantaranya melalui Gerakan Semut Merah, kebiasaan membuang sampah sebelum masuk dan pulang sekolah, memilah sampah organik dan anorganik, membuat kerajinan dari botol bekas, membawa tumbler dan kotak makan dari rumah, hingga membuat produk inovatif dari tanaman toga (AJAL).
Anak-anak juga aktif menanam pohon di rumah, serta ikut gotong royong membersihkan lingkungan sekolah dan tempat ibadah.
“Mereka mulai sadar bahwa menjaga kebersihan bukan sekadar tugas, tapi amanah,” tambah Karni.
Hasilnya tak main-main. Karakter siswa mulai terbentuk: disiplin, religius, peduli lingkungan, bertanggung jawab, dan penuh empati. Mereka tidak hanya mengalami perubahan perilaku di sekolah, tapi juga membawa nilai-nilai itu pulang ke rumah.
“Kami percaya, langkah kecil yang dilakukan terus-menerus bisa menimbulkan dampak besar. Dan ternyata benar. Sekolah kami kini menjadi sekolah Adiwiyata, dan rapor mutu pendidikan juga meningkat secara signifikan,” ungkapnya bangga.
Ibu Karni menegaskan bahwa dua program ini bukan sekadar rutinitas, melainkan menjadi budaya sekolah yang terus hidup. Ia juga menyebut pentingnya kolaborasi semua warga sekolah, uru, siswa, hingga orang tu untuk menjaga konsistensi.
“Karakter itu tidak bisa diajarkan lewat teori, tapi lewat pengalaman yang bermakna. Lewat BIT dan cinta lingkungan, kami mengajak anak-anak mengalami dan menjalani nilai-nilai itu setiap hari,” tutupnya. (Tim)