![]() |
Caption : Kades Bukit Batu , Rumaidah dan sejumlah kegiatan nya. |
OKI, transkapuas.com – Nama Rumidah sempat menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Bukan karena skandal atau kontroversi, melainkan karena gebrakannya yang tak biasa. Baru sepekan menjabat Kepala Desa Bukit Batu pada 2022 lalu, perempuan berhijab ini langsung membangun jalan desa sepanjang empat kilometer—tanpa menyentuh dana desa, apalagi anggaran dari plasma. Seluruh biaya diambil dari kantong pribadinya.
Tak berhenti di situ, dua bulan kemudian, ia menghibahkan mobil pribadinya untuk mendukung operasional desa. Mobil itu kini difungsikan untuk keperluan darurat warga. Langkah-langkah tersebut melambungkan namanya dan memberinya julukan “Kades Koboi”—karena aksi nyatanya dinilai nekat dan tak lazim dalam birokrasi desa.
Namun, jalan panjang kepemimpinan Rumidah tidak selamanya mulus. Belakangan, ia harus menghadapi terpaan tuduhan korupsi yang mengguncang kepercayaan publik. Sorotan tertuju pada dugaan pemotongan dana plasma kelapa sawit milik warga sebesar 15 persen.
Polemik Dana Plasma: Kontribusi atau Penyalahgunaan?
Pemerintah Desa Bukit Batu sebenarnya telah menjelaskan bahwa dana 15 persen tersebut merupakan kontribusi dari lahan yang berstatus tanah kas desa (TKD). Kepala Desa Rumidah menegaskan, pemotongan itu bukan kebijakan sepihak, melainkan hasil musyawarah yang dituangkan dalam notulen lengkap, beserta tanda tangan warga.
“Itu kontribusi dari hasil lahan milik desa. Semua warga tahu dan setuju, karena masuk ke kas desa untuk pelayanan publik,” ujarnya, saat dikonfirmasi.
Meski klarifikasi telah berulang kali disampaikan, isu tersebut tetap digoreng. Beberapa kelompok yang mengaku sebagai aktivis antikorupsi bahkan menggelar demonstrasi di depan Kejaksaan Tinggi Sumsel, membawa serta sorotan terhadap aset pribadi sang kepala desa.
Perlawanan Narasi dan Politik Opini
Ketua Lembaga Investigasi Negara (LIN) Kabupaten OKI, Hamadi, mencium aroma tak sedap di balik narasi yang berkembang. Ia menilai, bukan semata pengawasan yang mendorong isu ini, melainkan ada resistensi dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan pola kepemimpinan Rumidah yang transparan dan tegas.
"Isu mulai mencuat saat program-program desa berjalan baik. Ini bukan murni kontrol sosial, tapi ada agenda politik di baliknya," tegas Hamadi, Sabtu (19/7).
Menurutnya, langkah Rumidah menata ulang administrasi dan melakukan inventarisasi aset desa telah mengusik kenyamanan kelompok yang sebelumnya menikmati sistem lama.
“Sulit dinalar, seseorang yang membangun jalan pakai uang pribadi dan menyumbang mobil, kini dituduh memperkaya diri dari hasil plasma,” ujarnya.
Warga dan Lahan: Siapa Sebenarnya yang Diuntungkan?
Di tengah isu korupsi yang menguat, sikap Pemerintah Desa Bukit Batu justru menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat. Warga yang selama ini mengelola lahan TKD tetap diperbolehkan bekerja di sana dengan pembagian hasil yang telah disepakati—85 persen untuk warga, dan 15 persen untuk desa.
Rumidah menyebut kebijakan itu sebagai bentuk keadilan sosial berbasis musyawarah. "Kami tidak usir warga, malah kami bantu dengan mekanisme yang adil," jelasnya.
Potret Seorang Pemimpin dalam Badai
Rumidah barangkali bukan pemimpin yang sempurna. Ia pun tidak mengklaim demikian. Namun, langkah-langkah awal yang ia tempuh dan dedikasi yang ditunjukkannya telah membentuk fondasi perubahan bagi Desa Bukit Batu.
Kini, publik dihadapkan pada dua narasi besar: seorang kepala desa yang disebut menyelewengkan dana publik, atau seorang pemimpin yang sedang dibungkam oleh kekuatan yang terganggu oleh integritas.
“Apa pun itu, kebenaran akan mengemuka. Tapi yang pasti, desa ini sudah berubah sejak dia memimpin,” pungkas Hamadi.
( Mas Tris)