![]() |
Caption : ketua DPRD OKI Farid Hadi Sasangko. |
OKI, transkapuas.com – Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (Pemkab OKI) melakukan pemeriksaan terhadap 202 kendaraan dinas yang digunakan oleh berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), camat, dan lurah di wilayah tersebut. Langkah yang diklaim sebagai upaya efisiensi anggaran ini menuai sorotan dari berbagai pihak yang mempertanyakan transparansi serta efektivitasnya.
Pemeriksaan yang berlangsung di Lapangan Pemkab OKI pada Senin (3/3) ini dipimpin langsung oleh Bupati OKI H. Muchendi Mahzarekki dan Wakil Bupati Suprianto. Berdasarkan data yang dirilis Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) OKI, dari total 202 kendaraan yang diperiksa, 17 di antaranya merupakan kendaraan dinas kecamatan, 25 berasal dari Sekretariat Daerah (Setda) dan bagian, sementara 160 kendaraan lainnya merupakan aset dari OPD di lingkungan Pemkab OKI.
Namun, data tersebut menimbulkan pertanyaan, karena OKI memiliki 18 kecamatan, tetapi hanya 17 kendaraan kecamatan yang diperiksa. Hal ini memunculkan dugaan apakah ada kendaraan dinas kecamatan yang tidak tercatat atau tidak ikut serta dalam pemeriksaan.
Perawatan dan Alternatif Penyewaan Kendaraan
Selain transparansi pemeriksaan, persoalan lain yang muncul adalah bagaimana Pemkab OKI akan menangani perawatan kendaraan dinas tersebut. Jika kendaraan yang sudah tua tetap digunakan, maka biaya perawatan dan operasionalnya bisa lebih besar dibandingkan manfaatnya. Dalam kondisi ini, anggaran yang dikeluarkan justru bisa lebih boros, dengan biaya perbaikan yang terus membengkak.
Sejumlah daerah di Indonesia telah menerapkan sistem sewa kendaraan dinas sebagai langkah efisiensi, terutama bagi pejabat yang tidak membutuhkan kendaraan dinas setiap saat. Pertanyaannya, apakah Pemkab OKI memiliki rencana untuk menerapkan skema serupa bagi kepala OPD dan camat?
Dengan sistem sewa, pemerintah daerah bisa mengurangi biaya perawatan, pajak kendaraan, serta anggaran bahan bakar yang selama ini terus menjadi beban daerah. Namun, hingga saat ini belum ada informasi resmi dari Pemkab OKI mengenai apakah opsi penyewaan kendaraan akan menjadi alternatif.
Ketua DPRD OKI, Farid Hadi Sasangko, juga angkat bicara mengenai hal ini. Menurutnya, efisiensi anggaran harus dibarengi dengan langkah konkret dan transparan agar tidak menimbulkan pemborosan baru.
"Jika kendaraan dinas yang dipertahankan justru menimbulkan biaya perawatan tinggi, maka Pemkab OKI harus mempertimbangkan opsi lain, seperti sistem sewa kendaraan. Ini harus dibahas secara terbuka agar publik tahu apakah kebijakan ini benar-benar menghemat anggaran atau justru sebaliknya," ujarnya, Rabu (5/3).
Farid juga menegaskan bahwa DPRD OKI akan meminta laporan resmi mengenai hasil pemeriksaan kendaraan dinas ini serta rencana tindak lanjutnya.
"Kami di DPRD akan mengawal ini. Pemkab harus menyampaikan secara jelas berapa kendaraan yang masih layak, mana yang harus diperbaiki, dan mana yang sebaiknya dilelang. Jangan sampai ini hanya seremonial tanpa ada dampak nyata bagi efisiensi anggaran," tegasnya.
Anggaran Bahan Bakar dan Efisiensi Operasional
Meskipun pemeriksaan kendaraan ini diklaim sebagai langkah efisiensi, muncul pertanyaan lain mengenai biaya operasional kendaraan, terutama terkait anggaran bahan bakar minyak (BBM) dan perawatan kendaraan. Jika Pemkab OKI memutuskan untuk tidak membeli kendaraan dinas baru, maka bagaimana dengan konsumsi bensin para pejabat, mulai dari tingkat kecamatan hingga kepala OPD?
Apakah Pemkab OKI akan menerapkan kebijakan pembatasan anggaran BBM untuk kendaraan dinas? Ataukah justru tetap mengalokasikan anggaran bahan bakar tanpa ada kebijakan penghematan yang jelas? Apalagi terkait perawatan kendaraan dinas.
Tuntutan Transparansi dan Tindak Lanjut
Praktisi kebijakan dari PRISMA Sumsel ,Salim Kosim, menilai bahwa pengecekan kendaraan dinas harus dilakukan secara terbuka dan berbasis data yang dapat diakses publik.
"Jika benar untuk efisiensi, seharusnya ada data terbuka mengenai kendaraan yang masih layak dan yang tidak. Jangan sampai ini hanya formalitas tanpa dampak nyata pada penghematan anggaran daerah," ujarnya.
Salim juga menyoroti kemungkinan bahwa pemeriksaan ini hanya bersifat seremonial tanpa tindak lanjut yang konkret.
"Masyarakat perlu tahu berapa banyak kendaraan yang masih bisa digunakan dan berapa yang harus diperbaiki atau dilelang. Jika tidak ada transparansi, bagaimana publik bisa yakin bahwa ini bukan sekadar formalitas?" tambahnya.
Senada dengan itu, salah satu mahasiswa Kabupaten OKI, asal Pedamaran,Cakuk Egol, menegaskan bahwa tanpa keterbukaan, efisiensi anggaran hanya sebatas klaim tanpa bukti nyata.
"Jika kendaraan sudah berusia tua dan biaya perawatannya besar, maka ini justru pemborosan. Dimana letak efisiensinya jika kendaraan yang seharusnya sudah tidak layak pakai tetap dipertahankan dengan anggaran perbaikan yang tinggi? Pemkab OKI harus terbuka soal ini," kata Cakuk.
Hingga berita ini diterbitkan, Pemkab OKI belum memberikan tanggapan terkait transparansi hasil pemeriksaan kendaraan dinas tersebut, termasuk kejelasan mengenai selisih jumlah kendaraan kecamatan yang diperiksa, usia kendaraan, serta kebijakan terkait anggaran BBM, perawatan mobilnya dan kemungkinan penyewaan kendaraan dinas. Upaya konfirmasi masih dilakukan.(mas Tris)