Notification

×

BPKAD

BPKAD

Gregorius Herkulanus Bala, Anak Kampung yang Kini Menakhodai Sintang

Selasa, 09 Desember 2025 | 10.23.00 WIB Last Updated 2025-12-09T03:23:13Z


Sintang, transkapuas .com. — Nama Gregorius Herkulanus Bala belakangan menjadi perbincangan hangat di Sintang. Dari kampung-kampung pedalaman hingga warung kopi di pinggir jalan, sosok Bala dibicarakan warga layaknya kerabat yang kembali pulang membawa harapan baru. Lahir di Luyuk, 26 Oktober 1969, Bala dikenal sebagai figur yang dekat dengan nilai-nilai adat Dayak dan kehidupan masyarakat kampung.


Bala tumbuh sebagai anak pedalaman yang akrab dengan tanah basah, malam hening, dan kerja keras tanpa banyak bicara. Warga menyebutnya sebagai “anak adat yang tau kulit kampung”. Dalam berbagai ritual adat, ia dinilai memahami tata cara tanpa perlu diarahkan—mulai dari posisi duduk hingga makna simbol adat yang dijunjung masyarakat Dayak.


Sikapnya dikenal lugas dan apa adanya. Tidak suka bertele-tele, tidak gemar pidato panjang yang sulit dipahami. Dalam banyak kesempatan, ia lebih memilih bekerja ketimbang berjanji. “Kerja saja dulu,” menjadi ungkapan yang kerap melekat pada dirinya.


Karier politik Bala dimulai dari kursi DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Dua kali terpilih sebagai anggota legislatif menjadi tanda kepercayaan masyarakat yang tidak singkat. Perjalanannya menuju kursi Bupati Sintang pun tak mulus, namun terus ia lalui seperti jalan tanah di kampung yang bergelombang tetapi tetap menuju tujuan.


Kini setelah resmi menjabat Bupati Sintang, perhatian publik tertuju pada langkah awal dan arah kebijakan yang akan ia tempuh. Sejumlah persoalan umum yang menanti di depan mata, seperti perbaikan infrastruktur jalan, konektivitas antarkampung, ketersediaan tenaga kesehatan dan pendidikan, hingga kondisi Sungai Kapuas yang menjadi nadi kehidupan masyarakat setempat.


Di antara banyak isu, pandangan Bala mengenai Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) menarik perhatian publik. Ia memilih bersikap realistis. Bala menegaskan bahwa pemerintah tidak mempunyai kewenangan penuh dalam melarang aktivitas PETI jika izin pertambangan memang tidak diberikan oleh negara. Ia juga mengakui bahwa banyak warga menggantungkan penghidupan dari aktivitas tersebut.


Dalam pengakuan yang jarang disampaikan pejabat publik, Bala menyebut dirinya pernah menjadi penambang emas. Pengakuan itu ia sampaikan tanpa dramatisasi, sebagai bentuk pemahaman bahwa persoalan PETI tidak semata soal hukum, tetapi juga terkait ekonomi keluarga di pedalaman.


Harapan masyarakat kini tertuju pada janji perbaikan infrastruktur dasar. Jalan rusak, jalan tanah berlubang, hingga akses kampung yang terputus menjadi keluhan lama warga. Mereka menunggu langkah nyata dari pemimpin baru. “Kalau bukan sekarang, kapan?” menjadi pertanyaan yang muncul di banyak perbincangan masyarakat Dayak di pedalaman.


Rakyat Sintang telah memberi kepercayaan politik kepada Bala. Kini yang dinanti adalah bagaimana ia mengubah kepercayaan itu menjadi kerja konkret di lapangan. Dengan latar belakang sebagai anak kampung yang memahami denyut kehidupan masyarakat pedalaman, publik berharap Bala mampu menjahit harapan itu menjadi pembangunan yang nyata.(*)

×
Berita Terbaru Update