OKI, transkapuas.com — Dugaan praktik pilih kasih mencuat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU PR) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, terkait pencairan pembayaran utang kegiatan kepada pihak ketiga.
Sejumlah rekanan mengeluhkan belum dibayarkannya sisa kewajiban pekerjaan tahun anggaran 2023, meski proyek telah rampung dan seluruh administrasi dinyatakan lengkap. Ironisnya, di tengah tunggakan tersebut, pembayaran untuk sejumlah paket kegiatan tahun anggaran 2024 justru dilaporkan telah dicairkan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, paket kegiatan yang telah dicairkan tersebut disebut-sebut berkaitan dengan rekanan yang memiliki kedekatan dengan lingkaran internal pemerintahan daerah. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya perlakuan berbeda dalam proses pencairan anggaran.
“Kami sudah menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak sejak lama. Semua berkas juga sudah lengkap. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan pembayaran, sementara ada pihak lain yang bisa cair lebih dulu,” ujar salah satu rekanan yang meminta identitasnya dirahasiakan, Selasa (30/12).
Ia menilai kondisi tersebut mencerminkan ketidakadilan dan berpotensi bertentangan dengan prinsip transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Kalau memang ada perlakuan berbeda tanpa dasar yang jelas, ini patut dipertanyakan secara hukum maupun administrasi,” katanya.
Keluhan serupa juga disampaikan rekanan lain yang mengaku telah berulang kali mempertanyakan kejelasan pencairan kepada pihak Dinas PU PR OKI. Namun, jawaban yang diterima dinilai tidak memberikan kepastian.
“Alasannya selalu klasik, katanya anggaran belum tersedia atau masih menunggu proses. Tapi faktanya ada kegiatan lain yang bisa dicairkan,” ujarnya.
Menanggapi persoalan tersebut, peneliti Pusat Riset Kebijakan Publik dan Pelayanan Masyarakat (PRISMA), Salim Kosim, menilai dugaan pilih kasih dalam pencairan utang proyek daerah merupakan persoalan serius yang tidak boleh dibiarkan.
“Dalam tata kelola keuangan daerah, pembayaran kewajiban pemerintah harus dilakukan secara objektif, berdasarkan urutan waktu, kelengkapan administrasi, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tidak boleh ada perlakuan khusus kepada pihak tertentu,” tegas Salim.
Menurutnya, jika utang kegiatan tahun sebelumnya belum diselesaikan, sementara kegiatan tahun anggaran berikutnya justru dibayarkan lebih dahulu, maka kondisi tersebut patut diaudit secara menyeluruh.
“Jika benar pembayaran 2024 didahulukan sementara utang 2023 dibiarkan menunggak tanpa alasan yang sah, itu berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas APBD dan mengarah pada maladministrasi,” ujarnya.
Salim juga menyoroti peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), khususnya Inspektorat Daerah, yang dinilai seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencegah ketimpangan tata kelola keuangan.
Ia merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), yang secara tegas mengatur fungsi dan kewenangan APIP.
“Dalam PP 60 Tahun 2008, khususnya Pasal 48 sampai Pasal 50, disebutkan bahwa APIP memiliki tugas melakukan pengawasan intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, serta kegiatan pengawasan lainnya terhadap seluruh penyelenggaraan pemerintahan daerah,” jelas Salim.
Selain itu, APIP juga berkewajiban memastikan pengelolaan keuangan negara berjalan efektif, efisien, transparan, dan taat peraturan.
“Jika praktik yang diduga tidak adil ini dibiarkan tanpa tindakan pengawasan, maka wajar bila publik mempertanyakan efektivitas Inspektorat. APIP jangan sampai hanya formalitas dan terkesan ‘makan gaji buta’ ketika potensi pelanggaran justru tampak jelas,” tegasnya.
Ia menambahkan, pengawasan internal bukan sekadar rutinitas administrasi, melainkan instrumen penting untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan dan melindungi keuangan daerah dari praktik yang merugikan negara.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PU PR OKI maupun Inspektorat Kabupaten OKI belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi kepada pejabat terkait masih terus dilakukan guna memperoleh penjelasan mengenai mekanisme, prioritas, serta dasar hukum pencairan utang kegiatan tersebut.
Masyarakat dan para rekanan berharap Pemerintah Kabupaten OKI dapat bersikap terbuka serta memastikan fungsi pengawasan internal berjalan efektif, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, demi mencegah potensi persoalan hukum dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah daerah.
( Mas Tris)
