![]() |
| Caption : Kantor Camat Lempuing jaya Tempat lokasi lelang objek lelang Lebak lebung ,Kamis ( 19/11/2025). |
OKI, transkapuas.com — Polemik lelang lebak lebung di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembali memanas. Di tengah jeritan para Pengemin (pengelola lebak lebung) yang kesulitan mengembalikan modal, Pemerintah Kabupaten OKI di bawah kepemimpinan Muchendi justru diduga mengerek harga lelang secara brutal dengan alasan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kebijakan ini dinilai sebagai tindakan “mencekik rakyat kecil” yang menggantungkan hidup dari tradisi lebak lebung.
Tak berhenti di situ, Camat Lempuing Jaya, Roni Santoso, kini terseret dalam dugaan praktik mencari keuntungan pribadi dari situasi kemiskinan warga. Informasi di lapangan menyebut, permainan harga itu terjadi pada objek Lebak Sarang Buntu, salah satu lebak paling diburu pengemin setiap tahun.
Harga Naik Mendadak: Dari Rp65 Juta ke Rp71 Juta
Salah satu pengemin, Taufik Akbar, mengaku terkejut sekaligus kecewa. Menurutnya, harga standar Lebak Sarang Buntu tahun lalu berada di angka Rp65 juta, namun pada lelang tahun ini mendadak naik menjadi Rp71 juta tanpa alasan yang masuk akal.
'ini benar-benar tak wajar. Kemarin Rp65 juta, tiba-tiba jadi Rp71 juta. Kami ini bukan orang kaya, kami cuma rakyat kecil yang mencari makan. Kenapa pemerintah malah menindas kami?” ujar Taufik dengan nada geram, Kamis (19/11/2025).
Taufik mengungkapkan, para pengemin sebelumnya telah mengajukan surat permohonan kepada Pemkab OKI melalui Camat Lempuing Jaya, dengan tembusan ke Dinas Perikanan, Ketua DPRD OKI dan Pemkab OKI pada 8 Oktober 2025. Namun, kata dia, camat hanya memberikan harapan palsu.
"Sebelum lelang, pak camat bilang akan bantu dan memberi sinyal positif. Nyatanya cuma PHP. Kami terpaksa ambil Lebak Sarang Buntu karena ini satu-satunya pekerjaan kami,” tegasnya.
Camat Menghilang, WA Aktif Tapi Bungkam
Upaya konfirmasi kepada Camat Lempuing Jaya, Roni Santoso, tidak membuahkan hasil. Pesan WhatsApp wartawan terbaca aktif, namun tak kunjung dijawab. Sikap bungkam ini semakin memicu tanda tanya publik.
Pengamat PRISMA Sumsel: “Ini Bukan PAD, Ini Pemerasan Berkedok Regulasi”
Pengamat kebijakan publik dan pelayanan masyarakat PRISMA Sumsel, Salim Kosim, S.IP, menilai kebijakan Pemkab OKI sudah keluar jalur. Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya melindungi masyarakat kecil, bukan menjadikan lebak lebung sebagai “ATM pemerasan”.
“Kalau harga dinaikkan tanpa kajian, tanpa transparansi, dan tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat, itu bukan kebijakan publik — itu pemerasan berkedok regulasi,” tegas Salim.
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah wajib menghadirkan keadilan, bukan memperdalam luka sosial ekonomi masyarakat.
"Ini tradisi hidup masyarakat OKI. Jangan jadikan lebak lebung sebagai ladang perburuan rente. Negara hadir untuk menolong rakyat, bukan menginjak mereka demi angka PAD yang tidak seberapa,” katanya.
Salim mendesak Pemkab OKI membuka seluruh dokumen penetapan harga lebak, beserta dasar hukum dan kajian angkanya.
“Kalau Pemkab OKI berani, buka dokumennya. Publik berhak tahu apakah angka itu lahir dari kajian, atau dari meja gelap para oknum,” tutup Salim.
( Mas Tris)
