Notification

×

BPKAD OKI

BPKAD OKI

Skandal Piutang Rp36,8 Miliar di PD Bende Seguguk: WTP Pemkab OKI Dipertanyakan

Rabu, 24 September 2025 | 10.06.00 WIB Last Updated 2025-09-24T03:06:31Z

 

Caption : Skandal Piutang Rp36,8 Miliar di PD Bende Seguguk OKI Terungkap,Hipson dari Rib Aktivis Datangi BPK untuk Desak Audit Tuntas.

OKI, transkapuas.com - Predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang kembali diraih Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan ,kini diguncang pertanyaan besar. Investigasi terbaru menguak skandal piutang Rp36,8 miliar di PD Bende Seguguk yang berpotensi menjadi kerugian permanen akibat kelalaian pengawasan.


Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak 2021 sudah menyoroti masalah ini. Namun pola kelalaian tetap berulang. Dewan Pengawas, yang mestinya menjadi benteng kontrol, justru menandatangani akta pengalihan hak tagih (cessie) dengan PT Persada Tanjung Api-api (PT PTA) tanpa verifikasi memadai dan tanpa kehadiran pihak berutang, PT Odira Energy Karang Agung (PT OEKA).


Skema itu membuat risiko kredit sepenuhnya ditanggung PD Bende Seguguk. Berdasarkan dokumen internal, PT PTA tidak membayar tunai, melainkan hanya mengalihkan piutang PT OEKA yang baru bisa dicicil pada 2027 sesuai jadwal Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Artinya, uang rakyat Rp36,8 miliar dibiarkan terjebak dalam skema penuh risiko yang sewaktu-waktu bisa gagal total.


Direktur PD Bende Seguguk, Rohmat Kurniawan, berdalih pihaknya telah menindaklanjuti cessie dengan bersurat dan bahkan mengunjungi PT OEKA. Namun jawaban yang diberikan justru melemahkan kredibilitasnya. “Yang pasti tahun ini,” ujarnya singkat saat ditanya kapan pertemuan itu berlangsung, Senin (23/9).


BPK menegaskan, kegagalan pengamanan cessie ini mengancam aset daerah. Rekomendasi yang dikeluarkan jelas: Bupati OKI sebagai Kuasa Pengelola Modal (KPM) wajib turun tangan. Jika tidak, kerugian puluhan miliar rupiah bisa menjadi kenyataan pahit.


Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) OKI, Hifzon, menilai kasus ini sudah melampaui sekadar kelalaian administratif. “Ini bukan keteledoran biasa, tapi potensi penyalahgunaan kewenangan yang bisa berujung pada kerugian negara. Dewan Pengawas dan direksi jelas gagal menjalankan fungsi kontrol. Opini WTP hanya jadi topeng untuk menutupi bobroknya tata kelola,” tegasnya.


Ia menambahkan, RIB OKI akan membawa persoalan ini ke jalur hukum. “Kami sedang menyiapkan laporan resmi ke aparat penegak hukum (APH) dan KPK. Uang rakyat Rp36,8 miliar tidak boleh dibiarkan lenyap begitu saja. Jika ada indikasi pelanggaran hukum, maka harus ada pertanggungjawaban pidana, bukan sekadar perbaikan administrasi,” ujarnya.


Kasus ini menegaskan bahwa predikat WTP tidak otomatis mencerminkan pengelolaan keuangan daerah yang sehat. Di balik rapor bersih, justru tersimpan bom waktu kerugian negara. Publik kini menunggu apakah Bupati OKI dan aparat hukum berani menindaklanjuti rekomendasi BPK, ataukah membiarkan skandal ini terkubur rapat di balik prestasi semu.


( Mas Tris)

×
Berita Terbaru Update