![]() |
Caption : Karikatur dugaan korupsi dana desa yang dilakukan oleh oknum kades lirik S |
OKI, transkapuas.com – Di tengah tenangnya Desa Lirik, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), sebuah pertanyaan terus bergema di benak warganya: bagaimana mungkin dana desa senilai lebih dari satu miliar rupiah bisa raib begitu saja?
Jawaban sementaranya: seorang mantan kepala desa, inisial S (47), kini mendekam dalam penjara. Tapi benarkah ia pelakunya satu-satunya?
Satu Kepala Desa, Banyak Tanda Tanya
Antara tahun 2015 hingga 2021, dana desa yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas hidup, dan memberdayakan masyarakat Lirik, justru diduga masuk ke kantong pribadi. Totalnya bukan kecil — Rp1,18 miliar.
Ketika aparat kepolisian mengumumkan penahanan S, sebagian warga menganggap ini sebagai akhir dari cerita. Namun bagi sebagian lainnya, ini justru babak awal dari kisah yang lebih gelap: siapa yang sesungguhnya berdiri di belakang S?
“Tidak Mungkin Kades Sendirian”
Kecurigaan itu tidak datang tanpa alasan. Menurut Salim Kosim dari Lembaga Prisma Sumsel, proses pencairan dana desa tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada sistem berlapis yang semestinya mengawasi.
"Dana desa tidak cair seperti air dari kran. Ada proses verifikasi panjang—mulai dari Tim Verifikasi kecamatan, PLD, PD, Camat, hingga Dinas PMD. Kalau dananya bisa turun tiap tahun, bagaimana mungkin tak ada yang tahu?” tanya Salim.
Ucapan itu menohok. Ia menuding bahwa ada kemungkinan keterlibatan banyak pihak — diam-diam atau aktif — dalam pembiaran, atau bahkan pengaturan, pencairan dana tersebut.
Inspektorat: Lembaga yang Mandul?
Prisma juga mempertanyakan kinerja Inspektorat OKI. Lembaga pengawas ini memiliki anggaran tahunan yang cukup gemuk, yakni sekitar Rp1,3 miliar. Tapi untuk apa?
"Kalau fungsi pengawasan berjalan, mustahil korupsi bisa berlangsung enam tahun. Jadi, apa yang dilakukan inspektorat? Tidur?” kritik Salim lantang.
Pertanyaan itu menggantung di udara, belum mendapat jawaban dari pihak berwenang.
Aparat Bicara Tegas, Tapi Masyarakat Masih Ragu
Kapolres OKI, AKBP Eko Rubiyanto SH , SIK , MH, memastikan pihaknya tidak akan menutup mata.
"Ini uang rakyat. Kami akan kejar siapa pun yang terlibat,” katanya.
Tapi publik punya pengalaman panjang soal janji penegakan hukum yang berhenti di level bawah. Di banyak kasus, hanya kades yang jadi tumbal, sementara aktor di belakang layar tetap bersih.
Korupsi yang Sistemik, Bukan Sekadar Pribadi
Kasus Desa Lirik adalah potret kecil dari korupsi yang lebih luas — korupsi yang tidak lagi bersifat individu, tapi sistemik. Dari proses pencairan, pengawasan, hingga pembiaran, semuanya seperti bergerak dalam satu irama.
Yang dirugikan jelas: rakyat desa. Jalan tetap rusak, air bersih tak mengalir, dan warga tetap hidup dalam keterbatasan.
Layar Masih Belum Ditutup
Kini, semua mata tertuju pada langkah selanjutnya aparat penegak hukum. Apakah mereka berani menembus batas "rahasia umum" dan menyentuh aktor-aktor besar di balik layar?
Atau, seperti biasa, kita hanya akan menyaksikan satu orang dijadikan tumbal, sementara lainnya terus bermain — bebas dan tak tersentuh.
Warga Lirik, dan masyarakat OKI pada umumnya, masih menanti. Bukan hanya keadilan, tapi juga bukti bahwa hukum benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan untuk menjaga kursi kekuasaan.
(Mas Tris)