![]() |
Caption: Kebijakan kontroversial guru SD Sumenep |
Sumenep, transkapuas.com – Kebijakan yang diterapkan oleh seorang guru berinisial NM di SDN Parsanga 2, Kabupaten Sumenep, kini menjadi sorotan di kalangan wali murid. Dikhawatirkan, pengalihan tanggung jawab untuk piket menyapu sekolah dua kali seminggu dan saran pembelian buku penunjang yang dijadikan sumber utama tugas rumah, telah membebani orang tua siswa.
Beberapa wali murid mengungkapkan keprihatinan mereka, merasakan tekanan dari kebijakan yang tidak pernah secara resmi diwajibkan, namun terasa seperti suatu keharusan.
“Saya diberitahu bahwa ini semua untuk mendidik anak disiplin, tetapi anak saya masih kecil. Tidak mungkin dia yang menyapu sekolah. Akhirnya, saya yang harus turun tangan. Meskipun disebut sukarela, kami merasa tidak enak jika tidak ikut,” keluh salah satu wali murid pada Jumat (25/7).
Pertanyaan muncul mengenai alasan pengalihan tanggung jawab kebersihan kepada orang tua, padahal sekolah memiliki petugas kebersihan tetap dan anggaran operasional.
“Jika ada anggaran dan petugas kebersihan, mengapa kami yang diminta? Ini seperti memindahkan tanggung jawab,” tegas wali murid lainnya.
Selain masalah piket, wali murid juga mengkritik kebijakan pembelian buku penunjang. Meskipun tidak dinyatakan sebagai kewajiban, buku tersebut menjadi satu-satunya sumber yang harus digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas.
“Jika kami tidak membeli buku itu, anak kami tidak bisa mengerjakan PR. Jadi, meskipun tidak diharuskan, kami merasa terpaksa. Tidak ada pilihan lain,” tambah orang tua lainnya.
Kondisi ini dikhawatirkan akan membebani wali murid secara ekonomi, serta bertentangan dengan semangat pendidikan yang seharusnya inklusif dan bebas dari tekanan.
Kepala SDN Parsanga 2, Raden Ajeng Poeriyani, mengaku baru mengetahui adanya kebijakan tersebut dan mengakui bahwa guru NM cukup “agresif” dalam mengelola kelas.
“Wali kelasnya memang terlalu agresif. Saya tidak diberi tahu tentang ini, dan saya juga terkejut,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Sabtu (26/7).
Sekolah berencana menggelar rapat untuk membahas masalah ini, namun ditunda karena guru yang bersangkutan dan beberapa staf sedang mengikuti kegiatan lain.
“Saya ingin mengadakan rapat, tetapi karena yang bersangkutan tidak hadir, ya percuma,” tambahnya.
Terkait buku, Poeriyani menekankan bahwa sekolah tidak pernah mewajibkan pembelian, dan buku yang dimaksud bukan LKS, melainkan buku PR yang sebelumnya diminta oleh wali murid.
“Sejak saya menjabat, penjualan buku saya hentikan. Tidak ada unsur paksaan,” tegasnya.
Soal kebersihan, ia menyebutkan bahwa sekolah memiliki petugas kebersihan berstatus PNS.
“Petugasnya ada, mungkin guru ingin mendekatkan diri dengan wali murid,” tutupnya.
Sementara itu, guru NM yang menjadi sorotan belum memberikan respons saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp hingga Sabtu (26/7/2025).
Sekolah merupakan tempat anak-anak menuntut ilmu.
Sumber: trendikabar.com
Publish: (RN)