![]() |
Caption : Ketua DPD SHI OKI , Dharma Jusuf bhatoen. |
OKI, transkapuas.com — Memasuki hari ke-100 masa pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Ogan Komering Ilir (OKI), Muchendi Mahzareki dan Supriyanto, mulai bermunculan evaluasi keras dari masyarakat sipil.
Salah satunya datang dari Dewan Pimpinan Daerah Sarekat Hijau Indonesia (DPD SHI) OKI yang menyebut duet kepala daerah tersebut gagal menangani persoalan lingkungan hidup yang semakin parah.
Ketua DPD SHI OKI, Dharma Jusuf Bhatoen, menyatakan bahwa pencemaran lingkungan di wilayah pesisir dan sepanjang daerah aliran sungai (DAS) sudah menjadi keluhan menahun masyarakat.
Namun, selama 100 hari pertama pemerintahan Muchendi–Supriyanto, belum ada satu pun kebijakan konkret yang menunjukkan keseriusan dalam merespons krisis tersebut.
"Kami menaruh harapan besar, tapi sejauh ini hanya disuguhi narasi kosong. Limbah makin mengancam, warga tetap terpapar, dan pemerintah belum bergerak,” tegas Dharma dalam pernyataannya, Selasa (3/6), di kediamannya di Desa Batun Baru.
Ia menyoroti sejumlah wilayah terdampak seperti Jejawi, SP Padang, dan desa pesisir lainnya yang mengalami penurunan kualitas air, kematian biota sungai, serta gangguan kesehatan warga. Kondisi ini, kata dia, juga mengancam mata pencaharian nelayan dan petani tradisional.
Sebagai langkah darurat, DPD SHI mendesak Pemkab OKI segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Lingkungan Hidup yang melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi, aktivis lingkungan, dan tokoh lokal. Satgas ini dinilai penting sebagai garda depan dalam pemantauan, edukasi, dan penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran.
"Kami tidak ingin penataan lingkungan hanya jadi slogan kampanye. Ini soal nyawa dan ekosistem. Harus ada transparansi data pencemaran dan penindakan tegas, tanpa tebang pilih,” ujarnya.
Dharma yang juga Ketua Gerakan Mahasiswa Kecamatan Jejawi (Gemawi) menekankan bahwa penanggulangan krisis lingkungan tidak bisa ditunda. Ia mendorong pemerintah segera menyusun kebijakan jangka pendek dan panjang yang jelas dan terukur.
Sebagaimana diketahui, masa 100 hari kerja sering kali dijadikan tolok ukur awal keberhasilan atau kegagalan kepala daerah dalam merespons isu-isu strategis. Kini publik OKI menantikan apakah Muchendi–Supriyanto mampu menjawab tantangan tersebut atau akan tenggelam dalam gelombang kritik.
( Mas Tris)