Notification

×

Suhardia

Suhardia

Yosef

Yosef

BPKAD

BPKAD

Preman Kuasai Lebak Petai Besar, Pemerhati Desak Pejabat Terkait Mundur

Rabu, 07 Mei 2025 | 12.23.00 WIB Last Updated 2025-05-07T05:23:37Z
Caption : Salim Kosim, direktur Prisma Sumsel.


OKI, transkapuas.com – Meskipun Dinas Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) telah menerbitkan surat bernomor 500.52/111/Diskan OKI/V/2025, yang menyatakan bahwa Lebak Petai Besar di Kecamatan Pedamaran akan dijadikan kawasan reservasi ikan karena gagal dilelang, kondisi di lapangan justru bertolak belakang.


Sebidang lahan lebak tersebut diduga kini dikuasai oleh sekelompok preman. Mereka bahkan memasang kelong (alat tangkap tradisional) untuk mempercepat masuknya ikan, dan diduga mendapat dukungan dari oknum yang dekat dengan Bupati OKI.


Menanggapi hal ini, pemerhati kebijakan publik dari Prisma Sumsel, Salim Kosim, menyayangkan lemahnya pengawasan serta tindak lanjut dari pihak terkait. Ia menilai ketidakmampuan dinas menjalankan fungsinya sesuai peraturan daerah sebagai bentuk kegagalan.


 "Sudah jelas, lebak yang tidak terjual harus dijadikan kawasan reservasi untuk pengembangan biakan ikan. Jika Dinas Perikanan tidak mampu menjalankan fungsinya, lebih baik mundur daripada makan gaji buta," tegas Salim, Rabu (7/5).


Ia juga mendesak agar Kepala Dinas Perikanan, Camat Pedamaran, serta pejabat lain yang terlibat dalam pengawasan kawasan lebak tersebut dicopot dari jabatannya.


"Kondisi ekonomi OKI sedang kritis. Di tengah defisit anggaran, malah muncul praktik pembiaran terhadap aksi premanisme. Belum genap 100 hari masa kerja Bupati, sudah ada catatan merah dalam pengelolaan sumber daya,” tambahnya.


Salim juga mendorong aksi massa jika aparat tak bertindak tegas. “Jika para preman tetap mengeksploitasi lebak yang seharusnya menjadi kawasan reservasi, maka masyarakat harus bertanya: apakah negara kalah oleh preman?”


Sebelumnya, polemik mencuat setelah Lebak Petai Besar gagal dilelang dan pengelolaannya diserahkan kepada pihak kecamatan. Masyarakat menilai proses tersebut tidak transparan dan mengabaikan hak warga lokal.


Camat Pedamaran, M. Saman, melalui Kasi Kesos H. Tugiyo, disebut menyerahkan pengelolaan kepada pihak luar berisial AHM yang dikenal dengan sebutan “Mamanda Bupati OKI.” Dugaan adanya keuntungan pribadi dari oknum kecamatan menambah keresahan warga.


Tokoh masyarakat Pedamaran Satu, Monde Memet, menyayangkan keputusan tersebut.


“Ini soal harga diri desa kami. Jangan seenaknya membawa nama besar untuk merebut hak masyarakat,” ujarnya.


Fakta di lapangan menunjukkan bahwa nilai pengelolaan Lebak Petai Besar yang semula dipatok sekitar Rp80,5 juta kini hanya disebut-sebut senilai Rp70 juta. Ironisnya, dana tersebut diduga tidak masuk ke kas daerah Kabupaten OKI, melainkan ke kantong pribadi oknum yang berkepentingan.


Kondisi ini menuai keprihatinan, terlebih di tengah upaya peningkatan pendapatan daerah dan defisit anggaran yang dialami Pemkab OKI.


Masyarakat berharap ketegasan Dinas Perikanan OKI tidak hanya berhenti di atas kertas, tetapi diwujudkan nyata di lapangan. Pengelolaan sumber daya perairan diharapkan berpihak pada warga lokal, bukan hanya mengganti nama namun tetap menggunakan pola lama yang merugikan.


 "Jangan sampai lari dari mulut buaya, masuk ke mulut harimau," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, menggambarkan kekecewaannya atas kondisi tersebut.


Sementara kepala dinas perikanan pemkab OKI H Ubaidillah SKM saat di konfirmasi ," bapak tidak ada di kantor " ujar stafnya yang enggan disebutkan namanya.


( Mas Tris)

×
Berita Terbaru Update