Taipei, transkapuas.com — Taiwan merupakan salah satu destinasi utama Pekerja Migran Indonesia. Data Otoritas Keimigrasian Taiwan (National Immigration Agency/NIA) per 31 Desember 2022 terdapat 243.795 WNI tinggal di Taiwan dengan rincian 66,9 persen perempuan dan laki-laki 33,1 persen.
Sementara dari data Otoritas Ketenagakerjaan (Ministry of Labour/MoL) Taiwan, tercatat 250.114 WNI menjadi Pekerja Migran Indonesia.
Titilah adalah salah satu dari 250.114 Pekerja Migran Indonesia itu.
Dia bekerja pada sektor jasa di Taiwan yakni merawat orang berkebutuhan khusus.
Titilah yang sering dipanggil Tilah, wanita kelahiran Petoyan, Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta 46 tahun yang lalu ini sudah 11 tahun bekerja merawat Yuhsiang Lin, seorang pemuda disabilitas. Kecelakaan lalu lintas telah menyebabkan raganya tidak berfungsi normal. Yuhsiang Lin mulai dari bangun tidur hingga kembali terbaring tidur dalam perawatan Tilah.
Yuhsiang Lin, majikan Tilah dalam keterbatasannya mampu bekerja di kantor mengelola lembaga konsultan yang memotivasi orang berkebutuhan khusus agar beraktivitas layaknya orang biasa. Dia mampu menggerakkan kursi roda yang menemaninya beraktivitas melalui tombol yang ditekan dengan mulutnya.
Setiap pagi, Tilah mempersiapkan ‘mas bos’ panggilan untuk Yuhsiang Lin pergi ke kantor sekaligus menemaninya naik kereta ataupun naik bis umum.
Tilah berjalan mengiringi Yuhsiang naik kursi roda.
Di Taiwan, penyandang disabilitas diberi kemudahan-kemudahan untuk naik kendaraan umum, utamanya kereta dan bis. Ketika ada penumpang berkursi roda, supir bis akan menekan tombol yang membuka pintu dengan alas untuk masuk kursi roda.
Rombongan kecil SMSI yang tengah menyaksikan pembukaan Festival Lampion di Taipei (5/2) bertemu Tilah dan ‘mas bos’ di area kemeriahan festival lampion itu. Meskipun hujan rintik, tak menghalangi mereka naik bis untuk mengikuti kemeriahan pembukaan festival lampion itu. Tilah begitu sabar dan telaten merawat majikannya.
“Merawat orang seperti yang saya lakukan sekarang memang butuh kesabaran dan tenaga ekstra.. alhamdulillah saya sudah terlatih sejak awal” ungkapnya.
Meskipun hanya lulusan SMP, Tilah fasih berbahasa Taiwan dan mengajari Yuhsiang berbahasa Indonesia. Tapi mengapa dia memilih bekerja sebagai pekerja migran? Dia merasa dengan pendidikannya yang hanya tamatan SMP, tidak banyak kesempatan kerja yang dapat diperolehnya.
“karena pendidikan saya cuma SMP jadi susah untuk mencari pekerjaan di negara sendiri” ujarnya. Dia mempunyai dua orang anak Dodik Aryo Nugroho (23 th) dan Denisa Candra Dewi (15th) yang memerlukan banyak biaya sehingga dia memutuskan untuk bekerja sebagai pekerja migran.
“Dua orang anak saya masih membutuhkan biaya yang sangat banyak, makanya saya tega meninggalkan kedua anak saya bekerja di negeri orang” paparnya.
Awal bekerja ke Taiwan diajak oleh salah seorang temannya melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).
Di PJTKI dia memperoleh pelatihan-pelatihan untuk merawat orang lanjut usia maupun orang sakit dan diberi bekal pengetahuan bahasa lokal sehari-hari tempat dia akan bekerja.
Ketika awal-awal bekerja di Taiwan, Tilah acapkali sedih karena jauh dari anak dan keluarga tetapi karena majikan dan keluarganya sangat baik dan toleran ditopang lagi dengan keramah-tamahan masyarakat Taiwan, maka dia kemudian bisa mengenal banyak orang, memahami budaya negara Taiwan dan menikmati pekerjaannya.
Pada momen tertentu seperti Tahun Baru Imlek, ia sering diajak wisata bersama ‘mas bos’ dan keluarga.
“Taiwan tempat wisata sangat nyaman, bagus-bagus, indah, tiket dan transportasi nya semuanya terjangkau. Untuk penginapan tinggal pilih sesuai dengan yang kita inginkan, negara Taiwan sangat aman dan bersih” paparnya.
Kalau diminta milih tempat wisata di Taiwan mana yang paling bagus untuk dikunjungi, Tilah kebingungan karena semua tempat wisata di Taiwan menawan.
“di Taiwan banyak tempat wisata yang sangat bagus jadi kalau di suruh memilih sangatlah bingung karena semuanya bagus dan indah, apa lagi pasar malam nya, banyak makanan yang enak-enak.” ujarnya gembira.
Tilah memang sangat menikmati pekerjaannya. Selain gajinya mencukupi untuk kehidupan keluarganya di Indonesia, hak-haknya sebagai pekerja migran terpenuhi, ia juga bisa memperkenalkan Indonesia kepada ‘mas bos’ dan keluarganya.
Pada liburan tahun 2019, sebelum pandemi ‘mas bos’ beserta keluarga datang ke Indonesia berkunjung ke tanah Lot, Nusa Dua dan daerah lain di Bali. Dengan kursi rodanya yang khusus itu, Tilah mengawal ‘mas bos’ di Indonesia tidak sendirian.
Ayahanda ‘mas bos’ turut menjaganya sehingga liburan di Indonesia dapat dinikmati ‘mas bos’ sekeluarga. “saya mau ke Bali lagi,” ujar Luhsiang ketika ditanya kapan ke Indonesia lagi.
Bagi Titilah, kerja keras itu sangatlah penting. Kerja keras diiringi dengan berusaha dan berdoa. Kerjakeras Titilah menjadi pekerja migran membuahkan hasil.
Impiannya untuk dapat menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi tercapai. Tahun kemarin, anak sulungnya, Dodik berhasil menjadi sarjana Ilmu Komputer dari Overseas Chinese University (OCU) di Taichung, Taiwan.
Perjalanan hidupnya inspiratif dan kegiatan sehari-hari pekerjaannya di Taiwan mampu dia tuangkan dalam ‘daily vlog’ melalui YouTube berlabel Titilah Daily Vlog.
Sampai hari ini, Tilah tetap terus mengaktualisasi diri dengan membuat vlog kegiatannya sehari-hari yang rata-rata disukai lebih dari seribu like.
Vlog pribadi itu dibuat atas kemauan Tilah untuk mengisi waktu-waktu luang. “Itu keinginan saya sendiri dan tentunya dibantu sama bos saya.. isinya tentang keseharian dan kegiatan saya menjaga ‘mas bos’ saja.
Untuk pengeditan saya cari waktu di sela-sela pekerjaan saya dan waktu di malam hari setelah pekerjaan selesai.” papar Tilah.
Untuk kegiatan membuat vlog di YouTube itu, ia berhasil memperoleh Silver Play Buton dari Youtube. Tilah berharap dengan cerita keseharian yang dia tuangkan dalam vlog YouTube nya dapat memberi gambaran bahwa apapun pekerjaan seseorang kalau dilakukan dengan ikhlas dan tulus tentu akan memberi keberkahan.
Tilah merasa bahagia dan bersyukur bisa mewujudkan impiannya satu per satu untuk membahagiakan keluarga.”Yang penting kerja keras, berusaha dan berdoa.” pesannya.
Titilah, adalah potret wanita pekerja migran yang gigih ditopang dengan lingkungan kerja, peraturan pekerja migran dan masyarakat Taiwan yang toleran dan bersahabat membuat pekerja seperti Tilah mampu berdaya mewujudkan impian sejahtera bagi kehidupannya.(RI)
Sumber: rilis SMSI
Oleh Retno Intani ZA
Ketua Bidang Pendidikan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat.