![]() |
Caption : Aksi massa yang di Motori oleh SPM Sum Sel, Mereka menuntut ketegasan dinas pendidikan OKI. |
OKI, transkapuas.com - Suasana tenang di jantung pemerintahan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mendadak berubah panas, Kamis (5/6/2025). Puluhan massa dari Serikat Pemuda dan Masyarakat (SPM) Sumsel turun ke jalan, mengguncang dua institusi penting: Kejaksaan Negeri dan Dinas Pendidikan OKI.
Tak main-main, massa menuding adanya pungutan liar (pungli) berkedok penyewaan aplikasi SPMB Online yang menyasar siswa sekolah dasar se-Kecamatan Kayuagung. Rp 1.500 per anak – pungutan yang tampak sepele namun jadi simbol ketidakadilan.
Dalam orasinya yang membakar semangat massa, Koordinator Aksi Yovie Maitaha menyebut oknum Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) sebagai dalang dari praktik memalukan ini.
"Ini bukan sekadar uang seribu lima ratus rupiah! Ini soal moral! Soal pendidikan yang tercemar oleh kerakusan!” teriak Yovie di depan kantor Kejari OKI, disambut gemuruh massa.
Massa membawa spanduk, poster, dan menyuarakan desakan tegas agar Kejari OKI tak tinggal diam. Mereka meminta agar oknum yang bermain dalam proyek pungli ini segera dipanggil dan diproses hukum.
Menanggapi aksi itu, Kasi Pidum Kejari OKI, Parid Purnomo SH, keluar menemui massa. Ia menyampaikan apresiasi atas aksi damai dan menyarankan agar laporan resmi segera dilayangkan.
"Kami terbuka. Silakan buat laporan tertulis. Kami akan tindak lanjuti sesuai prosedur,” ujar Parid, diplomatis.
Tak berhenti di sana, barisan massa bergerak ke Dinas Pendidikan OKI. Di lokasi kedua, amarah kian memuncak. Massa menilai Dinas Pendidikan terlalu lamban dan permisif terhadap dugaan pungli yang mencoreng dunia pendidikan.
"Kalau tidak segera ada tindakan, kami akan bawa aksi ini ke Kejati Sumsel, bahkan ke Kejaksaan Agung!” ancam Yovie, lantang.
Kepala Bidang GTK Dinas Pendidikan OKI, Heriyanto S.Pd M.Si, menerima kedatangan massa dan menyampaikan komitmen untuk melakukan evaluasi serta klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.
"Aspirasi ini menjadi bahan evaluasi. Kami tidak akan tutup mata,” kata Heriyanto, berusaha menenangkan situasi.
Dalam pernyataannya, Heriyanto juga menyebut ada 42 kepala sekolah yang saat ini memasuki masa pensiun, sementara proses penggantian masih tersendat karena regulasi dari pusat.
Namun massa tak ingin dibuai janji. Mereka menuntut tindakan nyata, bukan sekadar klarifikasi yang menguap.
Kini, bola panas ada di tangan aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan. Apakah mereka berani membongkar praktik busuk ini sampai ke akar? Atau justru memilih tutup mata atas pungli berkedok aplikasi di dunia pendidikan?
Rakyat menanti, sejarah mencatat, jangan sampai mencederai hati rakyat.Oleh karena Aplikasi.
(Mas Tris)