Notification

×

BPKAD OKI

BPKAD OKI

Oki 06

Oki 06

Oki 05

Oki 05

Oki 04

Oki 04

Oki 03

Oki 03

OKI 02

OKI 02

OKI 01

OKI 01

DAD Kayan Hilir Raih Juara Lomba Menumbuk Padi Tradisional

Jumat, 18 Juli 2025 | 19.56.00 WIB Last Updated 2025-07-18T12:56:17Z
Caption: Merayakan tradisi, DAD Kayan Hilir juara lomba menumbuk padi dalam Pekan Gawai Dayak XII. Sebuah penghormatan terhadap warisan budaya dan hasil panen yang melimpah


Sintang (Kalbar), transkapuas.com - Lomba menumbuk padi dan menampik menjadi sorotan utama dalam rangkaian Pekan Gawai Dayak ke-XII Kabupaten Sintang Tahun 2025. Kegiatan budaya ini dilaksanakan untuk melestarikan tradisi leluhur dan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen masyarakat Dayak.


Dalam lomba yang diikuti oleh delapan kontingen Dewan Adat Dayak (DAD) kecamatan, DAD Kayan Hilir berhasil meraih juara pertama. Di posisi kedua, DAD Kelam Permai, dan ketiga DAD Tempunak. Penilaian lomba dilakukan oleh dewan juri yang terdiri dari Magdalena Ukis, Apolonia, dan Genopepa Sedia.


Wakil Ketua Panitia Bidang Seksi Lomba dan Display Budaya, Fransiska Leni Marlina, menjelaskan bahwa perlombaan ini memiliki makna mendalam dalam budaya masyarakat Dayak. 


"Untuk memahami Gawai Dayak secara utuh, puncaknya ada pada menumbuk padi, aktivitas utama leluhur setelah panen. Dulu, menumbuk padi dilakukan di belakang rumah, bawah kolong rumah, atau di ladang," ucapnya, Jumat, 18 Juli 2025.


Fransiska menambahkan bahwa dalam tradisi Dayak, menumbuk padi bukan sekadar kegiatan fisik, tetapi juga ritual syukur atas hasil panen. 


"Setelah panen, kita menumbuk padi dan menampik, lalu mengadakan pesta sebagai bentuk ucapan syukur," katanya.


Setiap kontingen terdiri dari empat ibu-ibu yang menumbuk padi menggunakan perlengkapan tradisional seperti alu dan lesung yang disediakan panitia. Para peserta diberi waktu 15 menit untuk menumbuk padi seberat 2 kilogram, dengan target akhir minimal 1 kilogram beras bersih.


Kriteria penilaian meliputi kekompakan, kebersihan, teknik menumbuk dan menampik, ketepatan waktu, pakaian yang dikenakan, serta ketukan alu yang mencerminkan irama dan keselarasan.


Fransiska menjelaskan bahwa banyak peserta yang belum memahami teknik tradisional, seperti posisi kaki yang benar dan arah menampik yang mengikuti arah angin. 


“Masih ada peserta yang menumbuk dengan sepatu atau sandal. Padahal, leluhur kita melakukannya tanpa alas kaki. Suara ketukan alu juga memiliki nilai seni tersendiri jika dilakukan dengan benar oleh empat orang yang kompak,” ungkapnya.


Fransiska berharap bahwa ke depan, panitia bisa menyelenggarakan lomba membuat alu beranak, alat menumbuk tradisional dari kayu ulin yang memiliki ciri khas suara saat digunakan.


"Lomba menumbuk padi dan menampik di Pekan Gawai Dayak ke-XII ini bukan hanya ajang kompetisi, tetapi juga sarana edukasi budaya bagi generasi muda untuk tidak melupakan akar tradisi Dayak di tengah modernisasi," pungkasnya.


Publish: K. Robenson

×
Berita Terbaru Update