Notification

×

Lembah beringin

Lembah beringin

BPKAD

BPKAD

PPDB Diduga Jadi Alat Pungli, Oknum Sekolah di Kayuagung Disorot

Jumat, 30 Mei 2025 | 11.57.00 WIB Last Updated 2025-05-30T04:57:18Z
Caption : ilustrasi PPDB jadi alat pungli.


OKI– transkapuas.com – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, diduga dijadikan ajang pungutan liar (pungli) oleh sejumlah oknum. Praktik ini mencuat setelah beredar informasi bahwa 46 SD menarik pungutan sebesar Rp1.500 per siswa, berdalih untuk pembayaran aplikasi PPDB online.


Informasi tersebut pertama kali muncul dari grup WhatsApp antara orang tua siswa dan guru, kemudian menyebar luas ke media sosial. Protes masyarakat pun tak terhindarkan, menyusul ketidakjelasan dasar hukum dari pungutan tersebut.


Salah satu pesan yang beredar di WhatsApp berbunyi:


 "Assalamu’alaikum Bapak/Ibu Kepala Sekolah, mohon kiranya Dana Aplikasi SPMB sekarang tolong diambil. Yang sudah membayar dikembalikan ke sekolah masing-masing. Tolong membawa cap sekolah dan tanda terima dana. Ditunggu di SDN 14.”


Pengembalian dana disebut dilakukan di SDN 14 Kayuagung. Namun, prosesnya dinilai tergesa-gesa dan tanpa transparansi, yang justru menimbulkan kecurigaan baru di kalangan masyarakat.


Dana BOS Diduga Dikorbankan


Kepala Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Kayuagung, Ahmad, saat dikonfirmasi menyebut bahwa dana sebesar Rp250.000 per sekolah digunakan untuk membayar sewa aplikasi kepada pihak ketiga bernama Pak Zul. Dana tersebut, kata Ahmad, telah dikembalikan kepada 31 kepala sekolah.


Namun, penjelasan tersebut tidak merinci mekanisme pengadaan aplikasi, dasar hukum pungutan, maupun legalitas keterlibatan pihak luar. Padahal, aplikasi PPDB resmi telah disediakan secara gratis oleh pemerintah.


“Kalau memang ada aplikasi resmi dari pemerintah, lalu kenapa harus bayar ke pihak ketiga?” tanya seorang wali murid yang meminta namanya tidak disebutkan.


LAI Sumsel: Bisa Terjerat Hukum


Lembaga Advokasi Indonesia (LAI) Sumatera Selatan mengecam keras dugaan pungli tersebut. Menurut Antoni, pemerhati pendidikan dari LAI Sumsel, praktik itu tak hanya melanggar aturan administrasi, namun juga berpotensi masuk ranah pidana.


 “Ini penyalahgunaan uang negara. Jika benar memakai Dana BOS, itu pelanggaran hukum. Bisa dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya, Selasa (28/5).


Antoni menambahkan, instruksi pungutan dilakukan secara terselubung melalui pesan singkat, tanpa surat resmi. Dengan asumsi satu sekolah memiliki 200–300 siswa, potensi kerugian negara ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.


Sementara itu, Ardhiansya, aktivis LAI lainnya, menyebut sejumlah aturan yang dilanggar dalam praktik ini, antara lain:


UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,


UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


Permendikbud No. 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Dana BOS,


PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.



Dituntut Usut Tuntas


Hingga berita ini diturunkan, Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan OKI, Tarmudi, belum memberikan pernyataan resmi meski telah dihubungi berulang kali oleh media.


LAI menyatakan siap mengawal kasus ini hingga ke ranah hukum. Mereka juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut pihak-pihak yang diduga terlibat 


 “Kami akan perjuangkan hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang bebas dari pungli dan manipulasi,” tutup Antoni.


(Mas Tris)

×
Berita Terbaru Update